OJK; Revisi Capping Deposito Tidak Awal Tahun

Oleh : Herry Barus | Senin, 27 Februari 2017 - 17:40 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengisyaratkan revisi penurunan jarak batas atas (capping) bunga deposito antara bank umum kelompok usaha (BUKU) 4 dengan bank BUKU 3 tidak dilakukan dalam waktu dekat ini, karena tekanan pengetatan likuiditas semakin kuat setelah sinyal kenaikan suku bunga The Federal Reserve di Maret 2017.

"Yang katanya masih ada kemungkinan Fed Fund Rate rate naik apakah dua kali atau tiga kali. Kami sedang asesmen di sana," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon di Jakarta, Senin (27/2/2017)

OJK sejak akhir 2016 memulai kajian untuk merevisi ketentuan "capping" bunga deposito kepada Bank bermodal inti Rp5 triliun-Rp30 triliun atau BUKU 3 dan, bank bermodal inti lebih dari Rp 30 triliun atau BUKU 4. Wacana yang pernah dihembuskan OJK, perbedaan "capping" bunga deposito bank BUKU III dan IV akan dikurangi menjadi 10-15 basis poin dari saat ini sebesar 25 basis poin.

Namun, menurut Nelson, selain faktor ketidakpastian kenaikan suku bunga Federal Reserve, OJK juga menimbang kondisi likuiditas masing-masing perbankan. Pasalnya, sebagian besar perbankan pada tahun ini menargetkan pertumbuhan kredit hingga dua digit dan sudah gencar untuk ekspansif di awal tahun. Dengan begitu, OJK ingin memastikan kebijakan yang dikeluarkan tidak kontraproduktif dan menganggu likuiditas perbankan.

"Tergantung likuiditas kalau bisa merespon kenaikan itu, bisa saja kami 'adjust' (sesuaikan)," ujarnya.

Nelson masih melihat kemungkinan revisi "capping" bisa dilakukan tahun ini.

Seperti dilansir Antara, sejak Februari 2016, OJK menerapkan kebijakan supervisi kepada bank BUKU III dan IV, dengan membatasi suku bunga dana maksimal. Untuk Bank BUKU IV, OJK membatasi maksimal 100 basis poin di atas bunga acuan Bank Indonesia yang saat itu masih menggunakan instrumen Bank Indonesia Rate/BI Rate tenor 12 bulan. Sedangkan, untuk Bank BUKU III ditetapkan maksimum 75 bps di atas BI Rate.

Kebijakan tersebut dilatarbelakangi fenomena perang suku bunga antarbank untuk memperoleh pendanaan di tengah ketatnya likuiditas karena arus dana keluar saat itu.

Perang suku bunga bank-bank kelas "kakap" tersebut membuat biaya dana perbankan tidak terkendali yang akhirnya membuat suku bunga kredit meningkat dan bertengger di atas dua digit.