Big Data Jadi Acuan Buat Kebijakan Pemerintah

Oleh : Ridwan | Selasa, 21 Februari 2017 - 19:41 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta -Indonesia saat ini menjadi rumah bagi jutaan pengguna teknologi digital, dan menjadi salah satu sumber data digital (Big data) terkaya di Dunia.

Big Data yang dikenal karena kuantitas, ragam dan kecepatan dalam pengumpulan data membuka peluang-peluang baru yang tidak terbatas untuk para perumus kebijakan.

Dalam laporannya pada 2014 Kelompok Penasihat Ahli Independen (The Independent Expert Advisory Group/ IEAG) yang dibentuk Sekretaris Jenderal PBB menyoroti beberapa tantangan dalam penggunaan big data untuk memberikan gambaran yang lebih baik mengenai dunia yang kita tempati.

"Big data dapat mengubah sudut pandang pembuat kebijakan dalam melihat suatu masalah dan menjadi masukan untuk keputusan strategis. Mengukur dan mencapai kemajuan menuju agenda pembangunan berkelanjutan tahun 2030" ungkap Direktur UN Global Pulse, Robert Kirkpatrick saat acara Konferensi Internasional Revolusi Data di Jakarta (21/2/2017).

Teknologi-teknogi baru yang muncul mempercepat peningkatan volume dan jenis data yang tersedia, dan karenanya membuka peluang-peluang yang tidak terbatas untuk menginformasikan dan mentransformasi masyarakat serta melestarikan lingkungan.

"Pemanfaatan big data ini tergantung dari kemampuan dalam melihat sumber-sumber baru dari data real time dan teknologi-teknologi inovatif untuk memberikan informasi dalam perumusan kebijakan" tambahnya.

Penggunaan teknologi analisis data mutakhir sangat penting untuk pembuatan kebijakan. Penggunaan big data ini dinilai dapat mengubah sudut pandang pembuat kebijakan dalam melihat suatu masalah dan menjadi masukan untuk keputusan strategis.

Sementara itu ditempat yang sama, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia Douglas Broderick mengatakan, saat ini setiap orang, termasuk pembuat kebijakan, membutuhkan informasi yang beragam, terintegrasi, tepat waktu dan dapat dipercaya. Data ini dapat melengkapi sumber-sumber data tradisional untuk perumusan kebijakan yang lebih baik.

"Karena pengumpulan data secara tradisional membutuhkan waktu yang lama. Survei memakan banyak biaya dan diskusi kelompok tidak cukup untuk menangkap keberagaman di Indonesia" terang Douglas.