Sebabkan Under Treatment, Skema INA BCGs Harus Diganti

Oleh : Wiyanto | Kamis, 08 November 2018 - 19:43 WIB

INDUSTRY.co.id -

Jakarta- Ketua Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB), Dr. James Allan Rarung, Sp.OG, M.M mengatakan skema Indonesian Case Base Groups (INA CBGs) yang selama ini diterapkan BPJS Kesehatan gagal dan harus diganti.

INA CBGs harus diganti, penerapannya tidak cocok di Indonesia. Di Malaysia dan Thailand juga gagal dan tidak digunakan lagi. Komisi IX pada dengar pendapat yang terakhir sudah merekomendasikan agar INA CBGs diganti, katanya Kamis (8/11/2018).

Dalam skema INA CBGs, jasa kesehatan dibayar berdasarkan pengelompokan diagnosis penyakit. Kalau dulu kan fee for service, jadi kalau satu penyakit dibayar berdasarkan sakit. Nah di INA CBGs dibentuk pengelompokan, ternyata lebih murah kalau begitu, jelasnya dokter spesialis kebidanan dan kandungan itu.

Pembiayaan yang dikeluarkan pemerintah lewat skema ini memang jadi lebih murah. Tapi ternyata sistem ini merugikan jasa medis karena rumah sakit berusaha memenuhi apa yang mereka keluarkan terlebih dahulu. Persoalan itu menurutnya baru titik pertama, di titik kedua fasilitas kesehatan juga ikut menderita. Karena yang dibayarkan bukan saja kecil tetapi juga mandek. Sedangkan rumah sakit uangnya harus berputar. Sistem penerapan INA CBGs menurut Rarung banyak menyebabkan kebocoran. Jadi mengapa ini dipertahankan kalau yang saya pelajari, supaya BPJS Kesehatan dapat menunda pembayaran klaim, kata dia.

Senada dengan Rarung, menurut Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar persoalan muncul karena diduga kuat paket pembiayaan INA CBGs yang diterapkan BPJS Kesehatan kepada sekitar 2400an rumah sakit di seluruh Indonesia menyebabkan peserta mendapatkan pelayanan pengobatan 'under-treatment'. Penanganan ini disebabkan karena paket yang diberikan pemerintah kepada rumah sakit, masih belum masuk nilai keekonomian yang mereka terapkan, jelasnya.

Karena itu pihaknya berharap ada komunikasi antara pemerintah dan pihak rumah sakit untuk membicarakan kembali skema INA CBGS yang selama ini diterapkan. Agar bisa diterima nilai keekonomiannya, kata dia. Hal itu harus dilakukan supaya tidak merugikan pihak-pihak yang berkepentingan mulai dari rumah sakit, dokter dan perawat, perusahaan alat kesehatan dan obat-obatan, sampai peserta JKN yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Sementara itu, Ketua terpilih Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Daeng M Faqih, SH, MH mengatakan, berdasarkan undang-undang ada tiga jalan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah defisit yang dialami BPJS Kesehatan. Pertama menaikkan iuran setiap peserta baik untuk Kelas I, Kelas II, dan Kelas III termasuk mereka yang terdaftar sebagai peserta PBI, kata Daeng.

Cara yang kedua, lanjutnya, dengan mengurangi benefit pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN. Atau penggabungan antara cara yang pertama dan kedua yakni menambah iuran kepada peserta namun beban manfaat yang harus diberikan rumah sakit dikurangi, kata Daeng.

Menurutnya, cara yang paling bijak yang bisa dilakukan pemerintah yaitu dengan menggunakan cara penggabungan pertama dan kedua yaitu dengan menambah kecukupan dana iuran peserta sekaligus menyesuaikan manfaat pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada pasien.