Industri Baja Nasional Tetap Baik, Mendag Harus Kendalikan Impor

Oleh : Ridwan | Jumat, 27 Juli 2018 - 19:50 WIB

INDUSTRY.co.id - Cilegon- Komisaris PT Krakatau Steel Tbk, Roy Maningkas, kembali mengingatkan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan segera mengendalikan impor baja agar industri di dalam negeri tidak hancur.

Roy yang dihubungi di Cilegon, Kamis (26/7/2018)  mengatakan kondisi industri baja nasional saat ini sedang mengalami kerugian berkepanjangan, kemudian semakin diperparah dengan melonjaknya impor produk baja hulu maupun hilir sebagai akibat diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018 (Permendag 22/2018) tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja.

"Kami sudah menyampaikan protes, keluhan dan masukan yang telah disampaikan dalam kurun waktu tujuh bulan terakhir sejak diberlakukannya Permendag 22/2018 pada 1 Februari 2018, baik oleh produsen baja hulu, hilir, asosiasi baja  maupun gabungan serikat karyawan industri besi baja atas pemberlakuan Permendag 22/2018, namun tidak direspon oleh Pemerintah," ujar dia.

Produsen baja hulu dan hilir sangat menentang diberlakukannya Permendag 22/2018. Di mana adanya perubahan beberapa ketentuan/mekanisme yang telah berlaku selama ini, antara lain terkait dengan pemberlakuan post border audit/inspection dan penghapusan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

"Dengan adanya perubahan atas ketentuan tersebut, maka akan berdampak secara langsung kepada industri baja nasional yang akan menjadi semakin merugi dan bahkan mengalami kebangkrutan karena tidak adanya kontrol dan pengawasan kepada keluar masuknya produk baja impor ke pasar Indonesia, terutama produk baja dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT)," ungkap dia.

Komisaris PT Krakatau Steel (Persero), Tbk, Roy Maningkas menilai bahwa Permendag 22/2018 tidak mencerminkan keberpihakan terhadap industri dalam negeri. Padahal, pemerintahan saat ini sedang fokus pada peningkatan produktivitas dan daya saing industri nasional.

Roy mempertanyakan alasan pemerintah sampai memberlakukan Permendag 22/2018, sementara dengan ketentuan impor besi dan baja yang sebelumnya yaitu Permendag 82/2016 sudah cukup baik bagi industri baja nasional.

Menurut Roy, pemberlakuan Permendag 22/2018 yang ditujukan pemerintah dalam rangka mempercepat proses importasi raw material sangatlah tidak tepat diberlakukan bagi industri baja. Hal ini dikarenakan raw material bagi industri baja bukan bersifat produk masal tetapi sangat spesifik, di mana dalam satu HS (Harmonized Commodity) number dapat terdiri atas ratusan bahkan ribuan item yang meliputi jenis, ukuran (tebal, lebar, panjang), spesifikasi, kuantitas per item dan lain sebagainya, maka untuk industri baja perlu dipertimbangkan kembali.

Saat ini kekhawatiran tidak hanya dirasakan oleh produsen hulu saja namun juga dirasakan oleh produsen hilir. Berdasarkan data BPS, terjadi kenaikan impor produk baja secara signifikan dengan total kuantitas mencapai 5,8 juta ton pada tahun 2017 dan terus mengalami peningkatan tajam di tahun 2018, dimana sampai dengan bulan April 2018 kuantitas impor telah mencapai 2 juta ton.

"Kenaikan ini tidak hanya terjadi pada produk baja hulu seperti Hot Rolled Coil/Plate, Cold Rolled Coil dan Wire Rod, tetapi juga terjadi pada produk baja hilir seperti halnya Coated Sheet (produk baja lapis) yang saat ini kondisinya cukup mengkhawatirkan dimana volume impornya sangat tinggi," ujar dia seperti dilansir Antara.

Lebih jauh Roy menambahkan disaat negara lain memproteksi pasar baja domestiknya masing masing seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Turki, Indonesia malah memberikan kemudahan importasi besi dan baja serta produk turunannya melalui pemberlakuan Permendag 22/2018 .

"Hal lainnya yang cukup mengagetkan dalam satu kesempatan bertemu dengan Bapak Presiden baru-baru ini, saya menyinggung tentang Permendag 22/2018 yang jelas-jelas merugikan industri baja nasional, dan Bapak Presiden memastikan bahwa kebijakan tersebut bukanlah kebijakan beliau," ujar Roy.

"Artinya menurut pandangan saya bahwa Kementerian  Perdagangan telah bermain-main soal ini. Maka kami, industri baja nasional minta agar segera dibatalkan/dicabutnya Permendag 22/2018 yang merugikan ini," kata dia menegaskan.

Roy mengingatkan di setiap negara, industri baja merupakan tulang punggung perekonomian bangsanya. Jika suatu negara memiliki kebijakan yang sangat mendukung industri baja domestiknya, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut pun akan meningkat dengan baik.

"Dampaknya akan sistemik jika industri baja nasional mengalami kebangkrutan, di antaranya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, mempercepat de-industrialisasi, membesarnya defisit neraca perdagangan baja, menurunnya penerimaan pajak, dan menurunnya minat investasi di sektor industri baja, “ujar Roy.