Industri Mobil Listrik Diharapkan Berdayakan Tambang Lokal

Oleh : Ahmad Fadli | Rabu, 11 Juli 2018 - 15:43 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Industri yang akan mengembangkan produksi mobil listrik di Indonesia diharapkan dapat memberdayakan hasil tambang lokal sehingga dapat menambah nilai tambah nasional serta mengantisipasi agar tidak ketergantungan impor.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto dalam diskusi di Jakarta, Selasa (10/7/2018)  menyadari bahwa salah satu alternatif yang dipakai untuk bahan baterai mobil listrik adalah baterai dari lithium ion.

"Tapi yang kita dengar bila menggunakan baterai lithium ion di daerah tropik maka tingkat efisiensinya turun," kata Harjanto.

Ia mengungkapkan bahwa bila menggunakan bahan seperti nikel kobalt maka akan jauh lebih stabil, dan di Indonesia memiliki tambang nikel.

Untuk itu, ujar dia, diharapkan nikel yang diproduksi di sejumlah daerah di Tanah Air jangan hanya digunakan untuk kepentingan pembuatan baja stainless, tetapi juga berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi baterai.

Menurut dia, salah satu kendala utama dalam mengembangkan industri mobil listrik di Nusantara adalah bagaimana menciptakan nilai tambah dari bahan tambang dan teknologi yang semua sumbernya adalah lokal.

"Problem utama kita adalah bagaimana kedalaman struktur industri tersebut di Indonesia, 'supply chain'-nya harus jelas sehingga tidak tergantung pihak luar," katanya kepada awak media.

Bila untuk mengembangkan industri mobil lokal ternyata masih sangat bergantung kepada impor, maka Harjanto menilai bahwa hal itu adalah kemunduran.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Agen Tunggal Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi mengingatkan bahwa bahan baku baterai lithium ion hanya dapat ditemukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Argentina, Bolivia dan Chili.

Selain itu, ujar Yohanes, pihak yang baru bisa memproduksi baterai jenis tersebut adalah sejumlah negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Republik Rakyat China.

Ia juga mengingatkan bahwa baterai jenis tersebut tidak berumur panjang hanya sekitar tiga tahun, dan negara yang bisa mendaur ulangnya juga hanya sedikit.

"Batere ini mengandung zat-zat yg berbahaya padahal tujuan awalnya (mobil listrik) menciptakan lingkungan yang lebih bersih," papar Ketum Gaikindo.