Pengusaha Air Minum Nilai RUU SDA Ganggu Iklim Industri AMDK

Oleh : Ahmad Fadli | Jumat, 08 Juni 2018 - 10:35 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (SDA) yang akan dibahas di DPR, terus menimbulkan polemik. Pasalnya dalam draft RUU tersebut membatasi pihak swasta dalam mengelola SDA.

Pada bagian penjelasan RUU tersebut dikatakan produk yang masuk dalam kategori air minum meliputi air minum yang diselenggarakan melalui sistem penyediaan air minum (SPAM) dan air minum dalam kemasan (AMDK).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat mengatakan, RUU SDA telah mencampuradukkan peraturan antara air untuk publik dengan air untuk industri. Padahal pada dasarnya, industri dan masyarakat memiliki kebutuhan yang berbeda. Menurutnya, RUU ini seharusnya lebih mengakomodir peraturan terkait sumber daya air untuk kebutuhan industri.

"UU kan perlu untuk mengatur SDA kebutuhan industri, jangan dicampur adukkan. Nah di draf ini sektor industri dicampur adukkan dengan publik, AMDK dicampurkan dengan air pipa," ujarnya dalam diskusi Mewujudkan Prinsip Berkeadilan dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia, di Jakarta, Kamis (7/6/2018).

Sehingga, dirinya menegaskan, sebaiknya regulasi antara AMDK dan SPAM untuk publik dipisahkan regulasinya. Pada kesempatan yang sama, Direktur Centre for Regulation Policy and Governance (CRPG) Mohamad Mova Al'Afghani mengatakan, pengelompokan AMDK dalam RUU SDA tidaklah tepat. Karena, kewajiban untuk memenuhi hak masyarakat atas air seharusnya dilakukan oleh pemerintah melalui SPAM, bukan AMDK.

"Negara berkewajiban untuk menyediakan kebutuhan minimum masyarakat atas air bersih melalui SPAM. Karenanya, pengelompokan AMDK dalam pengertian air minum merupakan hal yang keliru," ujar Mova. Dengan mendefinisikan air minum mencakup AMDK dan menyatukan pengaturannya dalam pasal-pasal mengenai pelayanan air, pemerintah justru melembagakan kebergantungan masyarakat terhadap AMDK dan akan mengerdilkan air perpipaan.

"Karena itu, AMDK seharusnya dicoret dari definisi air minum dan tidak diatur dalam pasal-pasal yang mengatur mengenai pelayanan air," ujar dia.