IRESS Meminta Presiden Untuk Batalkan Permen ESDM No.23 Tahun 2018

Oleh : Hariyanto | Selasa, 08 Mei 2018 - 09:47 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Indonesian Resources Studies (IRESS) menuntut Presiden Joko Widodo untuk segera membatalkan Permen ESDM No.23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Berakhir Kontrak Kerja Samanya (KKS-nya).

Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS dalam keterangan tertulis yang diterima INDUSTRY.co.id,Selasa (8/5/2018) mengatakan, hal tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi Pasal 33 UUD 1945, menghambat peningkatan ketahanan energi nasional dan melanggengkan penguasaan SDA migas oleh asing, serta mengurangi potensi penerimaan negara sektor migas. 

"Pemberlakuan Permen ESDM No.23/2018 juga menghambat dominasi BUMN untuk menjadi tuan di negeri sendiri dan menunjukkan sikap inferior bangsa Indonesia di hadapan bangsa-bangsa lain di dunia," sebutnya.

Seperti diketahui, Permen ESDM No.23/2018 diterbitkan pada tanggal 24 April 2018 guna menggantikan Permen ESDM No.15/2015. Terlihat bahwa penerbitan Permen ESDM No.23 ini dengan sengaja ditujukan untuk memberi jalan mulus kepada kontraktor asing (existing) melanjutkan pengelolaan wilayah kerja (WK) yang KKS-nya berakhir, seperti tertuang pada Pasal 2 Permen No.23/2018. Padahal, pada Pasal 2 Permen ESDM No.15/2015, pengelolaan WK tersebut diprioritaskan untuk diberikan kepada BUMN/Pertamina. 

"Jika merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/PUU-X/2012 sebagai hasil judicial review atas UU Migas No.22/2001, maka pengelolaan WK-WK migas hanya boleh dilakukan oleh BUMN," tambahnya.

Hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 UDD 1945 tentang 5 aspek penguasaan negara yang harus berada di tangan pemerintah dan DPR, yakni pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan. MK menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN.

Oleh sebab itu, kata Marwan, jika Pemerintahan Jokowi masih mengakui keberadaan dan berlakunya UUD 1945, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan WK-WK yang berakhir KKS-nya kepada BUMN/Pertamina.

"Jangankan ketentuan dalam Peraturan Menteri ESDM, bahkan ketentuan dalam UU Migas pun harus tunduk kepada amanat konstitusi. Sehingga, tanpa mempertimbangkan argumentasi lain, atau konsiderans 'Menimbang' dan 'Mengingat' pada Permen ESDM No.23 tersebut, maka secara otomatis Permen ESDM No.23/2018 harus batal demi hukum," lanjut Marwan.

Ternyata, tambah Marwan, Permen ESDM No.23 yang akan melanggengkan dominasi kontraktor asing, juga bertentangan dengan berbagai ketentuan dalam UU Energi No.30/2007. Pasal 2 UU Energi menyatakan energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, berkeadilan, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional. 

"Pasal 4 UU Energi menyatakan rangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," ungkapnya.

Seperti tercantum dalam konsiderans 'Menimbang', alasan utama yang menjadi dasar penerbitan Permen ESDM No.23 adalah: a) perlunya mempertahankan dan meningkatkan produksi migas bumi dan menjaga kelangsungan investasi pada WK yang akan berakhir KKS-nya; dan b) bahwa Permen ESDM No.15/2015 dianggap sudah tidak memenuhi perkembangan dan dinamika kegiatan migas. 

"Dengan konsiderans tersebut, maka KESDM menetapkan prioritas pengelolaan WK habis kontrak kepada kontraktor existing (asing!). Apakah jika dikelola BUMN bangsa sendiri produksi migas turun dan kelangsungan investasi terhambat? Lantas, dinamika seperti apakah yang tidak terakomodasi pada Permen No.15/2015?," tambahnya.