Logo Dewan Pers Jangan Dijadikan Kartel Media

Oleh : Herry Barus | Senin, 16 Januari 2017 - 02:19 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Forum Pimpinan Media Digital Indonesia (FPMDI) telah menjadi bagian dari verifikasi media abal-abal, media penyebar hoax dan media buzzer. "Kamipun memantau, mengedukasi serta meyakini anggota kami bekerja profesional sesuai kode etik jurnalistik," ujar S.S Budi Rahardjo, Ketua FPMDI, Minggu (15/1/2017)

Mendukung Dewan Pers dan Kementrian Komunikasi Informasi dan Informatika dalam upaya pemberantasan media abal-abal penyebar media palsu. "Kami mengingatkan, sebaiknya juga diikuti dengan literasi media secara sinergis, jangan reaksional dan parsial," ujar Budi Jojo panggilan akrab S.S Budi Rahardjo.

Upaya penyadaran melek media tak berarti, perusahaan media digital yang belum melengkapi standar perusahaan pers lebih jelek mutu profesionalnya. "Banyak dari anggota kami, yang belum bisa menggaji sesuai standar perusahaan pers, tapi bekerja profesional," ujarnya. Bahkan, sebaliknya, "Kami melihat, banyak media kartel, bekerja untuk kepentingan politik tertentu, saat ini," ujar Budi Jojo.

"Anggota Forum Pimpinan Media Digital dan Asosiasi Media Digital terdiri dari start up (media kecil) yang tengah dirintis hingga perusahaan media digital yang sudah bisa menggaji jurnalis serta karyawannya sesuai upah standart upah minimum," jelas Budi Jojo.

"Kami lindungi, karena bekerja profesional, mewacanakan aspirasi masyarakat, dengan kaidah jurnalistik yang benar," ujarnya mecukil sikap deklarasi Forum Pimpinan Media Digital Indonesia dan Asosiasi Media Digital,

Pria yang juga menjadi CEO Majalah Eksekutif yang sudah terbit sejak 1979 ini menyebut hendaknya Dewan Pers tidak terlalu utamakan verifikasi administrasi standar perusahaan pers dimana harus menggaji 13 setahun sesuai UMR. Maksudnya, di era media digital kriteria media digital yang ideal jangan dengan basis usaha media beberapa tahun lalu.

"Media digital berkembang dan teruslah mengikuti jaman," ujar Budi Jojo mengingatkan, bahwa banyak dari anggota Forum Pimpinan Media Digital terdiri dari jaringan media konvensional cetak yang kemudian melebarkan sayap ke digital. "Banyak juga dari kami para startup," jelasnya.

"Tentu saja kami sudah paham dan taat kode etik jurnalistik, dengan standar perusahaan pers termasuk jurnalisnya sudah lulus kompetensi, tutur Budi Jojo.

Mengenai perusahan pers yang sudah menetapkan jurnalistik berkualitas serta menjauhkan berita hoax, Forum Pimpinan Media Digital punya catatannya. "Jangan juga dengan adanya logo Dewan Pers, membatasi suplai dan kompetisi informasi. Kami menolak jika logo Dewan Pers menyebabkan kartel di bidang media," ujar Pemimpin Redaksi Majalah MATRA dan CEO majalah Eksekutif ini.

Ketua Forum Pimpinan Media Digital setuju jika Dewan Pers memverifikasi media untuk bertujuan memberantas media abal-abal. "Bukan media kecil yang tengah dirintis tapi komitmen bekerja profesional. Karena berdasarkan hukum anti monopoli, kartel dilarang di hampir semua negara," tutur Budi Jojo. "Jangan jadikan logo Dewan Pers sebagai tanda kartel media," tegasnya.

Forum Pimpinan Media Digital akan menolak monopoli berita dari kartel atau kekuatan-kekuatan pemilik modal besar. "Kami juga membina beberapa rekan-rekan media startup yang baru merintis tapi punya komitmen bekerja profesional sesuai kode etik jurnalistik," imbuhnya. (Hrb)