Bea Masuk dan Pajak Jadi Kendala Penerapan Green Freight di Indonesia

Oleh : Ridwan | Minggu, 04 Maret 2018 - 18:30 WIB

INDUSTRY.co.id -Bandung, Implementasi green freight di Indonesia dinilai belum efektif, bahkan masih sedikit perusahaan transportasi barang yang sudah menerapkannya.

Sebagian pelaku masih menganggap penerapan green freight sebagai sesuatu yang mahal karena biaya investasi yang tinggi, sehingga dianggap bertentangan dengan prinsip bisnis yang berorientasi terhadap pencapaian keuntungan (profit).

Efisiensi yang diperoleh dari penerapan green freight dalam jangka panjang dapat diharapkan akan melebihi nilai investasi yang dikeluarkan, sehingga perusahaan-perusahaan harus membuat strategi investasi yang tepat untuk mendapatkan daya saing yang berkelanjutan.

Chairman Supply Chain Indonesia (SCI), Setijadi mengatakan, salah satu kendala utama yang dihadapi pelaku usaha transportasi adalah biaya penggantian armada. Harga mahal setiap unit armada antara lain karena beban bea masuk (BM) dan pajak-pajak (PPN, PPH, BBN, dan PKB).

"Berdasarkan analisis Supply Chain Indonesia (SCI), nilai total bea masuk dan pajak-pajak tersebut mencapai sekitar 52,5% dari harga pabrik setiap unit armada," ujar Setijadi melalui siaran persnya di Bandung, Minggu (4/3/2018).

Dikatakan Setijadi, selain dengan investasi baru (penggantian armada dengan yang lebih ramah lingkungan), penerapan green freight bisa dilakukan melalui praktik-praktik operasional yang efisien dan ramah lingkungan.

"Misalnya, eco-driving, penerapan strategi, teknik, dan operasional transportasi yang efisien, termasuk dengan pemanfaatan teknologi informasi," terangnya.

Selain itu, tambahnya, green freight juga bisa dilakukan dengan kolaborasi antar pelaku (antar perusahaan transportasi atau perusahaan transportasi dan manufaktur/retailer). "Misalnya pengaturan jadwal pengantaran dan bongkar-muat barang," kata Setijadi.

Menurut Setijadi, selain pelaku usaha, penerapan green freight melibatkan banyak pihak. Misalnya, pabrikan truk (produsen armada), Kementerian Perindustrian (rancang bangun kendaraan bermotor), Kementerian Perhubungan (uji tipe dan uji emisi gas buang berkala kendaraan bermotor), Kementerian Lingkungan Hidup (ambang batas emisi gas buang), Kementerian ESDM (pengembangan spesifikasi bahan bakar), Pertamina (produksi dan pendistribusian bahan bakar), dan Kepolisian (penegakan peraturan).

SCI merumuskan beberapa rekomendasi penerapan green freight bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan antara lain, Pertama, pemberian insentif berupa penghapusan atau pengurangan bea masuk dan pajak-pajak untuk pembelian armada yang ramah lingkungan.

Kedua, penyediaan skema pembiayaan pengadaan armada dengan bunga kompetitif (7-8%) karena selama ini diberlakukan bunga komersil (12-15%). Ketiga, peningkatan jumlah dan ketersebaran infrastruktur dan fasilitas pengisian bahan bakar ramah lingkungan.

Keempat, peningkatan kualitas bahan bakar dan program konversi BBM. Kelima, Peningkatan pemahaman dan kompetensi pelaku usaha mengenai konsep dan penerapan green freight. Dan yang terakhir, Insentif keringanan pajak perusahaan bagi pelaku yang menerapkan green freight.