Terkesan Dipaksakan, Inalum Tidak Cocok Jadi Holding BUMN Pertambangan

Oleh : Kormen Barus | Sabtu, 24 Februari 2018 - 10:25 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri menganggap, PT Indo Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum tidak cocok menjadi perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pertambangan.

Alasan Faisal Basri, Inalum tidak cocok karena perusahaan tersebut bergerak di bidang Industri atau hilir bukan bergerak di bidang tambang (hulu).

Menurutnya pembentukan holding itu terkesan dipaksakan karena Inalum memiliki struktur pasar yang berbeda dengan perusahaan tambang yang dibawahinya.
Menurut Faisal, struktur pasar dari alumunium, alumina, bauksit, dan batu bara tidak dapat disamakan.
"Batu bara orientasinya ekspor dan dalam negeri, alumunium juga orientasinya ekspor dan dalam negeri, bauksit sebagian besar diekspor. Jadi struktur pasarnya beda. Kalau dipaksakan jadi aneh," terangnya.
Menurut Faisal, sebaiknya Inalum disinergikan dengan industri yang bergerak di hilir, seperti dengan industri yang memanfaatkan hasil alumunium, contohnya industri pesawat dan mobil.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media BUMN, Fajar Harry Sampurno, mengatakan, pembentukan induk usaha (holding) dari BUMN pertambangan diharapkan akan memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan dengan terciptanya BUMN industri pertambangan dengan skala usaha yang lebih besar sehingga mampu bersaing dalam skala regional.
Sinergi BUMN pertambangan ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kekuatan finansial sehingga memudahkan pengembangan usaha khususnya di bidang hilirisasi.
Sementara Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis BUMN, Hambra, mengatakan, meski berubah statusnya, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis sehingga negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwiwarna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero) yang 100% sahamnya dimiliki oleh negara. Hal itu diatur pada PP 72 Tahun 2016.
Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi, ujar Hambra.
Menurutnya, perubahan nama dengan hilangnya Persero juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
Terkait dengan ketentuan di bidang pasar modal, dalam pelaksanaan Rencana Transaksi, masing-masing ANTM, PTBA, dan TINS, kata dia, tidak perlu melaksanakan kewajiban untuk melakukan penawaran tender wajib (mandatory tender offer) sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Hal ini karena sekalipun terjadi perubahan pemegang saham utama dalam masing-masing anak perusahaan, namun tidak terjadi perubahan pengendalian karena PT Inalum sebagai pemegang saham baru dimiliki 100% oleh Negara Republik Indonesia.