KPPU Apresiasi Langkah Pemprov DKI Merevisi Pergub ERP

Oleh : Ahmad Fadli | Kamis, 05 Januari 2017 - 11:47 WIB

INDUSTRY.co.id -  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengapresiasi keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan merevisi kebijakan gubernur tentang electronic road pricing (ERP) atau pengaturan lalu lintas jalan berbayar elektronik.

Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub)  Provinsi DKI Jakarta Nomor 149 Tahun 2016 tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik ini dinilai berpotensi melanggar UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, sejak tahun lalu Komisi telah mengirimkan Surat Saran Nomor 198/K/S/X/2016 tentang Kebijakan Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik kepada Gubernur DKI Jakarta.

Surat yang dilayangkan pada 25 Oktober ini meminta Pemprov DKI untuk mengubah ketentuan dalam Pergub Nomor 149/2016 karena tidak selaras dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

"Sekarang, saya berterimakasih kepada Pak Soni Soemarsono, Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta yang telah bersedia mengimplementasikan rekomendasi KPPU. Kami berharap pelaksanaan lelang ERP nanti sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat," kata Syarkawi di Jakarta, Kamis (5/1/2017).

Poin penting peraturan yang harus diubah, yaitu Pasal 8 Pergub DKI Jakarta Nomor 149/2016. Pasalnya di situ hanya memperkenankan penggunaan satu teknologi Dedicated Short Range Communication (DSRC) frekuensi 5,8 GHz dalam penerapan ERP di jalanan ibu kota.

Akibatnya, pencantuman teknologi DSRC dengan frekwensi tertentu menghalangi vendor dengan  teknologi lain untuk mengikuti lelang.

Menurut Syarkawi,  beberapa pilihan teknologi yang berpotensi dimanfaatkan untuk ERP antara lain teknologi Radio Frequency Identification (RFID) atau Global Positioning System (GPS). Jenis-jenis teknologi tersebut harus mampu memenuhi keinginan Pemprov DKI Dalam mengimplementsikan ERP dan juga sudah terbukti efektif ditetapkan di dunia internasional.

Dengan keputusan Pemprov untuk mengubah beberapa pasal (sinkronisasi dengan UU lainnya) secara khusus pasal 8 ayat 1c maka seluruh pelaku usaha di sektor teknologi informasi dan komunikasi memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang jalan berbayar tersebut yang sedikitpun tidak menggunakan anggaran Pemprov DKI Jakarta.

"Pemprov tidak bisa menabrak aturan main, apapun alasannya, teknologi canggih atau proses yang cepat. KPPU akan memberikan rekomendasi agar proses lelang ERP ini sesuai dengan kaidah persaingan usaha dan tidak bermasalah di kemudian hari. Jangan sampai kasus seperti lelang Bus Transjakarta terulang kembali," kata Syarkawi.

Sebelumnya, pada 27 Desember lalu, KPPU menggelar focus group discussion (FGD) yang mengundang pihak terkait dalam penerapan ERP di DKI Jakarta, diantaranya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI Jakarta, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Ketua LKPP, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Akademisi Universitas Indonesia, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Direktur PT Aino Indonesia, Direktur PT Advantech, Direktur PT RFID Indonesia, Direktur PT NEC Indonesia, Direktur PT Q-Free Indonesia, Direktur PT DOT System, dan Direktur PT 3M.

Dalam diskusi tersebut, Syarkawi menjelaskan, terdapat dua solusi yang dapat ditempuh Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi permasalahan ERP ini.

Pertama, Pemprov DKI Jakarta memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi penyedia teknologi lain untuk turut serta dalam proses lelang ERP sesuai syarat-syarat yang ditetapkan Pemprov dalam penerapan ERP, yaitu dengan terlebih dahulu merevisi Pergub DKI Jakarta Nomor 149/2016.

Kedua, apabila Pemprov DKI Jakarta sudah yakin dengan penggunaan teknologi DSRC frequensi 5.8 GHz untuk diterapkan dalam ERP dalam rangka mengatasi persoalan lalu lintas di Jakarta, maka Pemprov harus membuat regulasi berupa peraturan daerah atau peraturan presiden.

Menurut Syarkawi, Pergub tidak cukup untuk menjadi dasar diberlakukannya ketentuan pengecualian di dalam  UU Nomor 5 Tahun 1999.