Saat Ekonomi Sulit Sebanyak-Banyaknya Berbelanja

Oleh : Anab Afifi, CEO Bostonprice Asia | Jumat, 01 Desember 2017 - 11:55 WIB

INDUSTRY.co.id - Ketika ekonomi melambat dan daya beli menurun seperti saat ini (ada ekonom bilang sekarang sedang di ambang krisis), banyaklah berhemat. Jangan hambur-hamburkan uang untuk belanja yang bukan kebutuhan utama dan mendesak.

Itu nasihat bijak. Bahkan, dalam situasi normal pun, nasihat itu selalu didengungkan oleh orang tua kita agar dipegang teguh: hemat pangkal kaya!

Namun, saat situasi melambat seperti saat ini, bukan berarti gerak langkah juga ikut melambat atau malah berhenti. Seperti mobil tiap hari dielus-elus, diselimuti, disimpan digarasi karena ingin hemat beli bensin, sampai karatan. Padahal, dengan mobil itu bisa digunakan untuk meningkatkan produktifitas dan penghasilan.

Cobalah berpikir terbalik. Kita akan membalik nasihat di atas dengan kalimat baru:

"Ketika ekonomi melambat dan daya beli menurun seperti saat ini, banyak-banyaklah berbelanja. Saatnya memecah celengan yang telah dikumpulkan selama ini".

Dasar anak durhaka. Tidak mau mendengarkan nasihat orang tua, malah melawan.

Ampuuun..., Bapak dan Ibu. Bukan maksud saya begitu.

Berbelanjalah sebanyak uang Anda miliki pada seuatu yang bisa menjadi daya ungkit finansial. Bukan belanja konsumtif!

Saat ini banyaklah orang yang BU alias kepepet. Mereka ramai-ramai menjual aset mereka. Celakanya, sulit juga mencari pembeli. Akhirnya, harga diobral.

Banyak aset yang dijual berseliweran di Medsos. Diantara sekian jenis aset itu, pilihlah tanah. Beli, simpan sampai dua atau tiga tahun, lalu jual. Ya.. harus dijual kelak. Lakukan itu berulang-ulang.

"Tapi uang saya tidak cukup karena umumnya tanah yang dijual itu luas".

Itu teratasi dengan cara beli tanah gotong royong. Tanah seribu meter, kalian bagi bersepuluh menjadi masing-masing 100 meter persegi.

"Beli seratus meter pun uang gak cukup".

Tak masalah.

Ajak tiga teman Anda patungan. Misal harga tanah kavling 100 meter persegi itu Rp 100 juta, masing-masing hanya keluar Rp 25 juta. Buatlah kesepakatan ber empat bahwa ketika membeli tanah itu adalah untuk dijual kembali dalam dua atau tiga tahun ke depan. Saat itu, harganya sudah melonjak.

Uang Anda sebesar Rp 25 juta itu, bila tetap dipegang akan berkurang atau malah habis dalam dua tahun ke depan.

Sebaliknya, saat berubah menjadi aset, dalam dua tahun ke depan nilainya sudah naik sekian persen. Rata-rata kenaikan harga properti 17% - 20% per tahun.

Silahkan hitung sendiri jadi berapa nilai uang Anda itu kelak.

"Lantas di mana saya dapatkan aset tanah macam itu?"

Kawan-kawan saya, di komunitas properti punya banyak daftarnya. Bahkan, ada kavling yang nilai investasinya mulai hanya Rp 23 juta saja!

Sampai di sini, kita boleh membalik nasihat lama 'hemat pangkal kaya' menjadi 'banyak belanja pangkal kaya'.

Kelak, saat nasihat baru ini benar-benar dipraktikkan dan segalanya memungkinkan, jangankan tanah seratus meter per segi, perusahaan atau bisnis apa pun bisa Anda beli.

Anab Afifi, CEO Bostonprice Asia