Pendidikan Vokasi Masih Terkendala Kurikulum Broad-Based

Oleh : Ridwan | Selasa, 03 Oktober 2017 - 05:25 WIB

INDUSTRY.co.id - Medan, Sumber daya manusia (SDM) yang kompeten sangat diperlukan untuk mendorong produktivitas dan daya saing industri nasional. Guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri yang semakin spesifik saat ini, kuncinya adalah pengembangan pendidikan vokasi yang berorientasi pada kebutuhan pasar kerja melalui pembangunan link and match antara dunia pendidikan dengan industri.

"Langkah strategis pendidikan vokasi industri yang kami lakukan, merupakan tindak lanjut dari Instruksi
Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang revitalisasi SMK, dengan harapan seluruh SMK di Indonesia ke depan dapat menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap kerja sesuai kebutuhan industri," ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto di Medan, Sumatera Utara (2/10/2017).

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Kemenperin, beberapa permasalahan yang ditemui pada SMK di Tanah Air, antara lain kurikulum pendidikan yang digunakan masih bersifat broad-based (berbasis luas) sehingga belum mengakomodasi kebutuhan dunia industri, karena perusahaan-perusahaan saat ini ingin memiliki tenaga kerja yang kompetensinya lebih spesialis.

Kendala lainnya, peralatan praktikum di SMK kurang memadai dari segi jumlah dan teknologinya sangat tertinggal dari industri. Bahkan, jumlah guru bidang studi produktif masih sangat terbatas, hanya 22 persen dari jumlah guru SMK dan kurang memiliki pengalaman dalam hal praktik di industri.

Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut peluncuran program pendidikan vokasi industri di Pulau Jawa, Menperin menyampaikan, telah dilakukan penyelarasan kurikulum bersama SMK dengan industri untuk 34 program keahlian atau jurusan yang terkait industri dengan memasukkan kompetensi keahlian yang dibutuhkan industri kedalam mata pelajaran yang ada di SMK.

Selanjutnya, telah disusun modul untuk materi pembelajaran tambahan sesuai kebutuhan industri sebanyak 25 program keahlian dengan melibatkan praktisi industri dan SMK. Sedangkan modul untuk sembilan program keahlian tambahan dari SMK di Jawa Barat sedang dalam proses penyusunan.

"Hasil penyelarasan kurikulum dan modul untuk 25 program keahlian tersebut telah kami sampaikan kepada Kemendikbud, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, dan SMK yang bersangkutan," ungkap Airlangga.

Sedangkan, untuk penyediaan peralatan praktik minimum di SMK, Kemenperin telah merealokasi anggaran tahun ini sebesar Rp40 miliar, yang dialokasikan untuk 70 SMK dengan rata-rata nilai bantuan sebesar Rp500 juta per SMK. "Pada tahun 2018, kami telah mengusulkan tambahan anggaran kepada Menteri Keuangan sebesar Rp828 miliar untuk bantuan peralatan bagi SMK, pelatihan guru, dan sertifikasi lulusan," imbuhnya.

Dalam rangka peningkatan kompetensi guru produktif, Kemenperin pun telah menyepakati kerja sama dengan ITE Singapura dan Taiwan untuk pelatihan dan magang guru SMK di bidang Teknik Permesinan, Teknik Instalasi Pemanfaatan tenaga listrik, Otomatisasi Industri dan Machine Tools, sebanyak 200 orang yang akan dilaksanakan pada tahun 2018. "Selain itu, kami juga akan memfasilitasi penyediaan silver expert dan pemagangan guru produktif pada industri," tambah Airlangga.

Sementara itu, untuk memfasilitasi praktik kerja industri bagi siswa dan magang guru, Kemenperin mendorong pelaku industri untuk menyediakan workshop, laboratorium, training center atau teaching factory di perusahaan serta memiliki instruktur sebagai tenaga pembimbing. "Dalam hal ini, kami telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk pemberian insentif bagi perusahaan industri yang melakukan pembinaan dan pengembangan pendidikan vokasi," jelasnya.