BI-YKLI Siap Berkomunikasi Terkait E-Money

Oleh : Herry Barus | Sabtu, 23 September 2017 - 08:15 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Bank Indonesia siap berkomunikasi dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terkait dengan pengenaan biaya isi ulang elektronik (e-money) yang masih ditentang oleh sejumlah pihak.

"Kami akan melakukan komunikasi, mudah-mudahan nanti ada pemahaman bersama dan bisa selaras," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pusat Program Transformasi BI Onny Wijanarko dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.

Onny mengatakan pengenaan tarif isi ulang tersebut untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen, karena selama ini industri perbankan mengenakan biaya "top up" dengan tarif berbeda-beda.

Namun ia mengakui dampak penerapan tarif untuk mendorong perbaikan layanan ini tidak bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat, karena masih membutuhkan waktu.

"Mungkin YLKI maunya ini bisa berdampak 'overnight', memang BI tidak bisa mengubah dalam sekejap, karena semua harus melalui kajian, tapi intinya kami ingin memberikan perlindungan konsumen dan memudahkan," katanya.

Sebelumnya, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyarankan Bank Indonesia tidak memaksakan perbankan menarik biaya isi ulang kartu uang elektronik atau "e-money".

"Saran paling riil adalah jangan mewajibkan bank untuk menarik biaya isi ulang. Menetapkan tarif tertinggi boleh, tetapi jangan memaksa harus menarik biaya," kata Tulus.

Tulus mengatakan perbankan akan lebih kompetitif dalam melayani konsumen bila dibebaskan dari kewajiban menarik biaya isi ulang, meskipun peraturan itu bisa menertibkan pihak-pihak yang selama ini menarik biaya tinggi untuk isi ulang.

Di sisi lain, Tulus menilai Bank Indonesia akan terkesan berpihak pada bank tertentu bila tetap memaksakan biaya isi ulang pada kartu uang elektronik.

"Secara filosofi saja kami tidak setuju dengan biaya isi ulang itu. Konsumen dipaksa menggunakan uang elektronik dengan dalih untuk mendukung masyarakat tanpa uang tunai. Seharusnya konsumen menerima insentif karena sudah ikut mendukung, bukan malah disinsentif," ujarnya.

Sebelumnya, BI menerbitkan ketentuan biaya isi saldo uang elektronik yang tercantum dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway (PADG GPN).

BI resmi menetapkan tarif maksimum pengisian saldo uang elektronik dengan cara "off-us" atau lintas kanal pembayaran sebesar Rp1.500, sedangkan cara "on-us" atau satu kanal, diatur dengan dua ketentuan yakni gratis dan bertarif maksimum Rp750.

Cara "off-us" adalah pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda, atau melalui mitra seperti melalui pasar swalayan dan pedagang ritel lainnya.

Sedangkan cara "on-us" adalah pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu. Sebelumnya transaksi melalui "on-us" tidak dikenakan biaya.

Melalui peraturan baru ini, BI mengatur pengisian isi ulang untuk "on-us" secara gratis, apabila nominal pengisian saldo sampai dengan Rp200 ribu.

Sementara itu, jika isi saldo tersebut di atas Rp200 ribu, maka BI memperbolehkan bank mengenakan biaya maksimum atau batas atas sebesar Rp750.

BI menetapkan kebijakan skema harga berdasarkan mekanisme batas atas, atau maksimum, untuk memastikan perlindungan konsumen dan pemenuhan terhadap prinsip-prinsip kompetisi yang sehat, perluasan akseptasi, efisiensi, layanan, dan inovasi.

Kebijakan skema harga ini mulai berlaku efektif satu bulan setelah PADG GPN diterbitkan, kecuali untuk biaya isi saldo "on-us" yang akan diberlakukan setelah penyempurnaan Peraturan BI tentang Uang Elektronik.