Investasi Industri Mamin Melejit

Oleh : Kormen | Sabtu, 19 Agustus 2017 - 10:27 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Industri makanan dan minuman nasional mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,19 persen pada triwulan II tahun 2017. Capaian tersebut turut beperan dalam kontribusi manufaktur andalan ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migasyang mencapai 34,17 persen atau tertinggi dibandingkan sektor lainnya.

Beberapa perusahaan makanan dan minuman , baik yang skala besar maupun sedang telah berminat untuk mengembangkan bisnisnya dengan menanamkan investasi baru di Indonesia. Hal tersebut terbaca jelas, jika dilihat dari realisasi investasi industri makanan pada semester I tahun 2017 mencapai Rp21,6 triliun untuk PMDN dan PMA sebesar USD1,2 miliar.

Capaian tersebut menunjukan peningkatan dibandingkan pada periode yang sama tahun 2016 untuk PMDN mencapai Rp16,6 triliun dan PMA sebesar USD988 juta.

Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto, menerangkan,  selain berperan aktif dalam upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif, Kemenperin juga terus memfasilitasi promosi produk industri makanan dan minuman nasional baik di dalam maupun luar negeri guna meningkatkan pertumbuhan industri strategis mamin tersebut.

Seperti  terlibat dalam  ajang Jakarta International Food Expo (JIFEX) 2017 pada tanggal 10-12 Agustus 2017 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta. Dalam expo yang diikuti lebih dari 1.000 peserta, itu, kata Panggah, menjadi one stop event bagi para stakeholders industri makanan dan minuman untuk membahas isu terkini, berbagi pengetahuan hingga mempromosikan produk dan mengembangkan networking.

Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, Kemenperin Abdul Rochim menambahkan, dengan mengusung tema: Creative Innovation on Food Ingredients, pameran tersebut sangat penting bagi pengembangan industri makanan dan minuman nasional karena food ingredients merupakan salah satu elemen penting dalam produksi dan pengembangan produk makanan dan minuman.

”Banyak sekali manfaat yang didapatkan dalam penggunaan food ingredients, di antaranya adalah meningkatkan umur simpan, memperkaya cita rasa, menjaga kestabilan mutu produk yang dihasilkan apabila digunakan dalam batas yang diizinkan,” sebutnya.

Menurut Rochim, pengembangan industri food ingredients akan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri pangan yang variatif sehingga mampu memenuhi selera dan keinginan konsumen baik dalam dan luar negeri.

”Pertumbuhan industri makanan dan minuman yang tinggi harus dibarengi dengan pengembangan industri food ingredients dalam negeri, sehingga kebutuhan industri kita dapat tercukupi,” jelasnya.

Asal tau saja, industri makanan dan minuman nasional mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,19 persen pada triwulan II tahun 2017. Capaian tersebut turut beperan dalam kontribusi manufaktur andalan ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migasyang mencapai 34,17 persen atau tertinggi dibandingkan sektor lainnya.

Menperin Airlangga Hartarto, mengemukakan, Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 258,7 juta orang merupakan pasar yang sangat menjanjikan. Apabila para pelaku industri makanan dan minuman memanfaatkan potensi tersebut, maka akan tumbuh lebih baik lagi. Selain itu juga perlu membidik peluang pangsa ekspor.

Menurut Menperin, industri makanan dan minuman nasional telah memiliki daya saing yang unggul di kancah internasional. Hal ini terlihat dari sumbangan nilai ekspor produk makanan dan minuman termasuk minyak kelapa sawit pada Januari-Juni 2017 mencapai USD15,4miliar. Kinerja ini mengalami neraca perdagangan yang positif bila dibandingkan dengan impor produk makanan dan minuman pada periode yang sama sebesar USD4,8 miliar.

Apalagi setelah melawati masa puasa dan Lebaran, industri makanan dan minuman diharapkan dapat tumbuh lebih tinggi lagi. Salah satu langkahnya dengan mendorong pelaku usaha ini untuk menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

Pertumbuhan Industri Nasional

Sementara itu, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), industri makanan berhasil mencatatkan kinerja produksi di atas ekspektasi pada triwulan II tahun 2017 sebesar 7,04 persen (YoY) untuk kelompok Industri Skala Besar dan Sedang (IBS). Sedangkan untuk kelompok Industri Skala Mikro Kecil (IMK) pun tidak luput dari tren positif dengan mencapai pertumbuhan produksi sebesar 5,82 persen.

Menperin menyatakan, industri makanan dan minuman nasional perlu lebih memperluas pangsa ekspor baik pasar tradisional maupun pasar baru dalam upaya mendongkrak kinerjanya. Selain itu, melakukan terobosan inovasi produk yang dihasilkan sehingga dapat diminati oleh konsumen dalam negeri dan mancanegara.

Apalagi, menurutnya, sektor ini mempunyai peranan penting dalam pembangunan industri nasional terutama kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas.

BPS menunjukkan, pertumbuhan produksi industri makanan yang tinggi berkontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan produksi industri manufaktur secara keseluruhan pada triwulan II 2017 dengan mencapai 4,00 persen untuk Industri Skala Besar dan Sedang dan 2,50 persen untuk Industri Skala Mikro dan Kecil.

Bila dilihat lagi dari data unit usaha yang dikeluarkan oleh BPS, industri makanan memberikan kontribusi yang tidak kalah signifikan, yaitu sebesar 25 persen atau seperempat dari jumlah unit usaha Industri Skala Besar dan Sedang Industri Manufaktur secara keseluruhan. Bahkan untuk Skala Industri Mikro dan Kecil, industri makanan sangat mendominasi dengan jumlah unit usaha mencapai lebih dari 1,5 juta dari total unit usaha IMK industri manufaktur secara keseluruhan.

“Yang terpenting untuk industri ini adalah ketersediaan bahan baku sehingga mendorong investasi terus tumbuh. Pemerintah telah memberikan kemudahan perizinan usaha bagi pelaku industri termasuk sektor industri kecil dan menengah,” terangnya.

"Dan, industri makanan skala mikro dan kecil tersebut mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 3,6 juta orang," pungkasnya.

Optimisme pun datang dari Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman terhadap target pertumbuhan industri makanan dan minuman yang dipatok oleh Kementerian Perindustrian, bisa tercapai hingga akhir 2017. Kami berharap, kondisi pasar setelah Lebaran akan kembali meningkat, karena hal tersebut menjadi sinyal tercapainya target pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun ini," ujarnya.

Adhi mengungkapkan, selain penurunan daya beli masyarakat, yang juga memengaruhi pertumbuhan industri adalah faktor psikologis kondisi terkini. "Ini faktor psikologis karena banyak orang menunggu peraturan, seperti pajak progesif tanah, pengetatan pengawasan perpajakan setelah tax amnesty," imbuhnya.

Tak hanya itu, menurutnya, banyak pelaku usaha yang menahan diri untuk melakukan investasi dan ekspansi termasuk industri makanan dan minuman. Kendati begitu, Adhi yakin kenaikan upah minimum provinsi (UMP) akan mendorong daya beli masyarakat. “Kenaikan harga komoditas akan menggenjot pertumbuhan banyak perusahaan sehingga daya beli masyarakat juga akan meningkat,” jelasnya.