50 Persen Lebih, Konsumen Indonesia Sebut Proses KPR Terlalu Ruwet

Oleh : Ridwan | Jumat, 18 Agustus 2017 - 07:13 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Berdasarkan hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index 2017, sebanyak 86 persen konsumen properti menyatakan bahwa biaya dan proses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ada di Indonesia terbilang cukup berbelit. Sehingga mereka mengharapkan adanya kebijakan yang memudahkan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga perbankan.

Sementara itu, 54 persen konsumen mengakui bahwa pemerintah telah melakukan sejumlah upaya dalam menekan harga rumah, agar bisa terjangkau khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

"Kilas balik keberhasilan pemerintah mengenai perombakan aturan LTV yang berlaku mulai Agustus 2016 lalu membawa dampak positif. Pasca pelonggaran, pertumbuhan KPR di bulan setelahnya mengalami peningkatan sebesar 6,21 persen (year-on- year) menjadi 6,48 persen (year-on-year). Berdasarkan jenisnya, KPR tipe 22-70 dan KPA dibawah tipe 21 mengalami pertumbuhan tertinggi," ujar Country Manager Rumah.com., Wasudewan melalui siaran persnya di Jakarta (17/8/2017).

Beberapa upaya yang disebut masih perlu digenjot Pemerintah, menurutnya, adalah kebijakan mengenai Loan to Value (LTV) alias rasio pinjaman, keringanan pajak properti, dan penyederhanaan kepemilikan properti bagi Warga Negara Asing di Indonesia.

Sementara itu, menurut hasil survei, 51 persen masyarakat Indonesia beranggapan bahwa nominal uang muka pembelian rumah atau apartemen yang dinilai terlalu tinggi, menjadi penyebab mereka belum mengambil fasilitas kredit properti dari bank hingga saat ini.

"Uang muka sendiri umumnya dikumpulkan para pencari properti dengan teknik menabung atau hasil meraup untung dari investasi emas maupun reksadana. Sementara menurut data dari MarkPlus Insight, hanya ada 6,6 persen wanita dan 5,3 persen pria yang menyisihkan 20 persen dari penghasilan setiap bulannya untuk tabungan masa depan," jelas Wasudewan.

Selain permasalahan uang muka, alasan lain yang menyebabkan masyarakat belum
mengajukan kredit untuk properti adalah karena masih terikat dengan cicilan lain seperti kendaraan. Padahal dilihat dari urutan prioritas, yang termasuk kebutuhan primer adalah rumah, bukan kendaraan.

Faktor lainnya adalah belum mampu mencicil properti tiap bulan, tidak membutuhkan kredit pinjaman untuk pembelian properti, hingga tidak memenuhi syarat untuk pengajuan kredit lantaran status pekerjaan.

Wasudewan menambahkan bahwa bagi masyarakat yang saat ini masih ragu untuk membeli hunian dengan mencicil, sebaiknya menepis kekhawatiran tersebut karena tahun ini adalah waktu yang tepat untuk membeli (buyer’s time).

"Kami berkomitmen untuk membantu para pencari properti dalam menentukan keputusan pembelian properti dengan menghadirkan Rumah.com Property Index sebagai salah satu sumber data untuk membantu pencari rumah mengambil keputusan dengan tepat dan percaya diri," pungkasnya.