Politik Embargo

Oleh : Chodijah Febriyani | Selasa, 11 Juli 2017 - 19:27 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - AMERIKA Serikat punya senjata pamungkas politik luar negeri yang - menurut keyakinan Amerika Serikat sendiri - sangat ampuh mandraguna yaitu embargo.

Negara yang dianggap tidak bersahabat dengan Amerika Serikat rawan terkena sanksi embargo alias dikucilkan dari jaringan ekonomi, politik, militer internasional yang dibuat oleh AS atas selera dan kepentingan AS.

*"Sedakep"*

Negara-negara yang menjadi korban embargo ekonomi AS antara lain Iran, Suriah, Kuba, Korea Utara. Terkini, Saudi Arabia mengajak teman-temannya seperti Mesir, Uni Emirat Arab, Yemen, Oman, Bahrain untuk meniru gaya embargo AS dilakukan terhadap Qatar.

Saya masih ingat bahwa rezim Orba sangat kuatir jatuh menjadi korban embargo AS. Kebijakan luar negeri diatur sedemikian rupa agar jangan sampai bikin AS "ngambek" sehingga mengembargo Indonesia.

Alhasil kita hanya bisa menahan malu ketika terpaksa menyaksikan betapa bos IMF Michael Camdessus arogan "sedakep" menyilangkan kedua lengan di dada mengawasi Pak Harto terpaksa menandatangani Letter of Intent.

*Suriah*

Penasaran "kenapa takut" embargo Amerika Serikat maka saya menyempatkan diri berkunjung ke Suriah untuk melihat dengan mata kepala sendiri betapa menderita Suriah akibat embargo AS di masa sebelum perang saudara Suriah meledak.

Ternyata pada masa damai itu sama sekali tidak terasa suasana penderitaan di Damaskus dan kota-kota lain Suriah. Kehidupan berjalan aman, tenteram, damai-damai saja.

Bahkan sebagai warga Indonesia saya bangga akibat produk mie instant buatan Indonesia menguasai pasar Suriah sampai perlu didirikan pabrik mie Indofood di Suriah.

Yang tidak ada di Suriah cuma Coca Cola, MacDonald, Kentucky Fried Chicken namun ternyata sama sekali tidak mengurangi suasana gemah ripah loh jinawi, tata tenterem kerta rahardja pada kehidupan masyarakat Suriah.

Di Damaskus, saya sempat jumpa-bincang dengan para mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Suriah. Mereka semua menyatakan senang hidup dan studi di Suriah dengan masyarakat yang ramah tamah, sopan santun dan penuh toleran.

*Kuba*

Demikian pula dengan mata kepala sendiri, saya menyaksikan betapa kehidupan rakyat Kuba juga tidak seburuk seperti yang dipropagandakan oleh pers Amerika Serikat. Kehidupan di Havana sebagai ibukota Kuba tetap semarak dan dinamis dengan masyarakat Kuba yang ramah tamah senantiasa riang gembira dalam gemar bermusik dan bersalsa. Pelayanan kesehatan Kuba jauh lebih adil dan merata ketimbang Amerika Serikat.

Melalui kunjungan ke Kuba, atas bantuan berharga KBRI di Havana kami berhasil menjalin kerja sama kebudayaan dalam bentuk pertukaran pergelaran resital tunggal pianis muda berbakat antara Indonesia dengan Kuba (Indonesia-Cuba Young Pianist Exchange Programm). InsyaAllah, 23 September 2017 pianis muda Indonesia, Muhammad Iqbal akan mempergelar resital piano tunggal dengan repertoar mahakarya Chopin, Liszt dan Suprana di Havana, Kuba.

*Korut*

Semua itu merupakan indikasi bahwa sebenarnya tidak ada yang perlu dikuatirkan terhadap embargo Amerika Serikat. Terakhir tersebar berita bahwa Donald Trump mengancam akan memperketat embargo terhadap Korea Utara sebab tidak suka terhadap sikap perilaku Kim Yong Un yang memang terkesan tidak sudi tunduk kepada Amerika Serikat.

Saya kira silakan saja Trump mengembargo Korut meski dampaknya juga rawan mubazir seperti telah terbukti di Suriah (sebelum kemelut) dan Kuba.

Apalagi Korut tidak tergantung ke Amerika Serikat seperti Korea Selatan, berkat Korut punya sahabat yang sama sekali tidak kalah adhikuasa ketimbang AS yaitu Rusia. [***]

_Penulis adalah pembelajar geopolitik planet bumi masa kini_