Inaplas Bidik Ekspor Industri Petrokimia di Tahun 2029

Oleh : Ridwan | Senin, 26 September 2022 - 15:40 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik lndonesia (Inaplas) mencatat bahwa angka impor produk petrokimia di Tanah Air masih terbilang cukup tinggi. 

Sebagai gambaran, produk petrokimia hulu seperti polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), dan polistirena (PS) hampir mencapai 6 juta ton. Namun, industri dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30% dari permintaan domestik.

Ketua Inaplas, Suhat Miyarso mengatakan, sebetulnya proyek baru yang ada sekarang ini ditujukan untuk subtitusi impor. 

"Jadi selama proyek itu belum selesai kita terpaksa harus impor. karena pertumbuhan di hilir itu cukup besar dan belum bisa dipenuhi," kata Suhat kepada wartawan di Jakarta (26/9).

Menurutnya, substitusi impor ini memang harus dilakukan secara bertahap. "Volume kita masih besar antara 40-50%, kemudian untuk membangun itu perlu waktu lama sekitar 5 tahun. Akan tetapi, substitusi impor itu tetap kita jadikan pedoman untuk perkembangan industri petrokimia," terangnya.

"Jika terus mengandalkan impor, imbasnya harga produk olahan atau produk turunan dari petrokimia akan semakin tinggi. Indonesia pun dapat selamanya mengandalkan impor, yang akan terus menjadi beban anggaran negara,” tambah Suhat.

Lebih lanjut Ketua INAPLAS ini mengatakan, pendirian pabrik-pabrik petrokimia ini memberikan angin segar untuk perkembangan ekonomi dalam negeri. Dengan peningkatan jumlah produksi petrokimia di Indonesia, nilai volume impor produk petrokimia otomatis akan menurun.

“Di samping itu, industri petrokimia adalah sektor yang padat karya yang menyerap tenaga kerja cukup tinggi. Sebagai gambaran, satu pendirian pabrik petrokimia baru dapat menyerap sekitar lebih dari 25.000 tenaga kerja, termasuk tenaga kerja ahli. Efek berkesinambungan yang positif ini tentunya akan mendorong perekonomian di Indonesia,” tukasnya.

Di tempat yang sama, Sekertaris Jenderal INAPLAS, Fajar Budiono mengatakan, hampir 50 persen produk-produk industri petrokimia nasional berasal dari impor.

"Akan tetapi, dengan adanya proyek-proyek yang sedang berjalan saat ini sepertu, CAP 2, Lotte dan lainnya, kemungkinan Indonesia akan bisa ekspor produk petrokimia di tahun 2029," tegas Fajar.

Menurutnya, pengembangan industri petrokimia merupakan suatu awal dari perjalanan panjang. Meskipun demikian, pendirian pabrik baru Chandra Asri di Cilegon merupakan salah satu tonggak kokoh untuk pengembangan industri petrokimia yang memunculkan harapan cerah bagi industri-industri dalam negeri lainnya. 

"Ke depannya, Indonesia tak perlu lagi bergantung pada produk-produk petrokimia impor. Bahkan, tidak ditampik bila suatu saat nanti Indonesia tidak lagi menjadi pasar, tetapi produsen produk petrokimia yang diakui dunia,” tutup Fajar.