69 Juta Perokok Teriak, Minta Pemerintah Libatkan Konsumen dalam Regulasi Pertembakauan

Oleh : Ridwan | Rabu, 21 September 2022 - 17:35 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pakta Konsumen menyebut bahwa sebanyak 69,1 juta perokok dan konsumen produk tembakau belum mendapatkan hak partisipatif dan hak advokasinya.

Ketua Bidang Advokasi dan Pendidikan Konsumen, Pakta Konsumen, Ary Fatanen mengatakan, perokok dan konsumen produk tembakau selama ini hanya dijadikan objek dalam implementasi regulasi pertembakauan, termasuk dalam penentuan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT).

"Konsumen produk tembakau selama ini diabaikan. Perokok dan konsumen produk tembakau belum dipandang sebagai subjek oleh pemerintah, hanya sekadar objek. Mulai dari proses penentuan kebijakan hingga implementasi regulasi," kata Ary Dalam gelaran Diskusi Media bertajuk Konsumen Mengawal Implementasi Regulasi Pertembakauan: Advokasi Hak Partisipatif dan Perlindungan Perokok, Rabu (21/9/2022).

Menurutnya, konsumen adalah wajib pajak yang punya hak partisipatif dan advokasi yang berkontribusi terhadap cukai rokok tidak diakomodir. 

"Melihat realita saat ini, yang kecanduan pada rokok itu pemerintah. Pemerintah candu atas cukai rokok yang terus dinaikkan sebagai salah satu instrumen penerimaan negara," terangnya.

Ia menyayangkan sikap pemerintah yang seharusnya bisa memaksimalkan peran litigasi dan non litigasinya dalam melindungi dan mengakomodir hak-hak perokok dan konsumen produk tembakau. 

"Perokok dan konsumen produk tembakau belum dipandang sebagai warga negara seutuhnya oleh pemerintah. Hal ini tidak terlepas karena hak-hak partisipatif dan advokasinya belum diakomodir secara maksimal. Sehingga konsumen produk tembakau sering distigma sebagai beban negara atau warga negara kelas dua," tegas Ary.

Sebagai lembaga swadaya, Pakta Konsumen berupaya mengadvokasi para perokok dan konsumen di ekosistem pertembakauan untuk berperan aktif menyuarakan hak-hak mereka. 

Sebagai wajib pajak yang telah taat membayarkan cukai, tambah Ary, selama ini perokok dan konsumen produk tembakau justru lebih sering menerima ketidakadilan dari implementasi regulasi di antaranya: Perda Kawasan Tanpa Rokok, rencana kenaikan harga rokok seiring dengan rencana kenaikan cukai rokok 2023, hingga dorongan Revisi PP 109/2012. 

"Bahkan ada sekitar 300 regulasi pertembakauan yang bersifat eksesif dan seluruhnya sangat jauh dari pelibatan atau partisipasi konsumen. Konsumen di ekosistem pertembakauan ini ibarat fenomena gunung es. Mereka sudah tertekan sekian lama, berupaya terus bersuara tapi belum diakomodir," papar Ary. 

Sementara itu, Staf Bidang Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Lily menyebut bahwa negara berkewajiban mengakomodir hak konsumen termasuk hak untuk didengar pendapatnya, sesuai dengan amanat Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"Sepanjang 2017 hingga 2022, BPKN telah menerima 7943 pengaduan konsumen yang didominasi oleh sektor jasa keuangan dan e-commerce. Dan sejauh ini, baru kali ini kami mengetahui bahwa konsumen ekosistem pertembakauan cukup besar dan kompleks," terang Lily.

Ditempat yang sama, Pengamat Hukum Universitas Trisakti, Ali Rido menuturkan, minimnya pemenuhan hak partisipatif konsumen dalam regulasi pertembakauan tidak terlepas dari aspek nir-legalitas peraturan yang ada.

"Sebagai contoh, PP 109/2012 adalah regulasi yang sangat eksesif bagi konsumen, Undang-Undang Kesehatan yang sebenarnya memberi ruang pengaturan yang lebih luas dalam ekosistem pertembakauan sehingga akhirnya nir-legalitas," kata Ali Rido. 

Dijelaskan Ali, regulasi terkait ekosistem pertembakauan belum seluruhnya berimbang memenuhi unsur legalitas dan legitimasi. 

"Hal ini tidak terlepas dari rendahnya derajat partisipasi konsumen dalam pembentukan regulasi. Jalan keluar terhadap urgensi partisipasi konsumen, pemerintah harus melaksanakan amanat konstitusi dan perundang-undangan. Dengarkan, libatkan dan akomodir suara konsumen dalam proses pembentukan hingga implementasi regulasi," tutupnya.