Hari Ini Partai Buruh Daftarkan Uji Formil dan Materiil UU P3 ke Mahkamah Konstitusi

Oleh : Herry Barus | Senin, 27 Juni 2022 - 06:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Uji formil dan materiil terhadap UU P3 akan didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada hari Senin, tanggal 27 Juni 2022 jam 14.00 WIB. Demikian disampaikan Presiden Partai Buruh Said Iqbal.

Pendaftaran judicial review ini akan dilakukan dengan cara datang secara langsung ke Gedung Mahkamah Konstitusi, yang dipimpin secara langsung oleh Koordinator Kuasa Hukum Partai Buruh, Said Salahudin dan Muhammad Imam Nassef.

Menurut Said Iqbal, judicial review dilakukan oleh Partai Buruh yang di dalamnya terdiri dari 4 Konfederasi Serikat Buruh terbesar di Indonesia,  60 Federasi Serikat Buruh, SPI, JALA PRT, UPC, Forum Guru Honorer, Buruh Migran, dan Ojeg Online.

"Akan ikut mengantar kuasa hukum mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi kurang lebih 150 orang buruh," ujarnya.

"Dalam pengujian materiil, kita tidak menolak metode omnibus. Tetapi meminta agar metode itu hanya boleh digunakan untuk penggabungan berbagai materi muatan ke dalam sebuah Undang-Undang, sepanjang materi muatan yang digabungkan itu mempunyai kesamaan subjek," kata Said Iqbal.

Ditegaskan, goal dari petitum itu adalah agar apabila UU Ketenagakerjaan hendak diubah, maka perubahannya tidak boleh digabungkan dalam satu Undang-Undang dengan materi muatan yang berkenaan dengan investasi dan sebagainya.

"Hal lainnya adalah kita meminta agar RUU yang sudah mendapatkan persetujuan bersama DPR dan Presiden dan sudah disahkan secara materiil dalam sidang Paripurna DPR tidak boleh diubah."

Selain melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, hal lain yang akan dilakukan Partai Buruh bersama elemen serikat buruh adalah melakukan kampanye internasional untuk menolak pembahasan kembali UU Cipta Kerja.

Secara bersamaan, KSPI telah melapor ke Internasional Trade Union Confederance (ITUC). Dalam satu tahun belakangan ini, ITUC telah membentuk satu panel yang akan melakukan kampanye internasional. Salah satu bentuk perlawanan yang akan dilakukan, serikat buruh di berbagai dunia akan  mengirimkan surat protes ke Kantor Kedubes Indonesia yang ada di berbagai  negara.

"Misalnya DGB di Jerman, AFL CIO di Amerika, CUT di Brazil, ACTU di Australia, Renggo di Jepang. Bahkan akan ada aksi protes di kantor Duta Besar Indonesia di berbagai negara, yang dimotori oleh ITUC," tegas Said Iqbal.

 

Hal lain yang akan dilakukan adalah  aksi-aksi unjuk rasa yang berkelanjutan. Buruh sudah melakukannya saat May Day, 14 Mei, dan 15 Juni. Ke depan, aksi besar akan terus dilakukan untuk menolak UU PPP sekaligus omnibus law UU Cipta Kerja.

 

"Bentuk perlawanan lain adalah kampanye sosial media, untuk menolak UU PPP yang direvisi dan menolak dibahasnya membali omnibus law UU Cipta Kerja," tegasnya.

 

Sementara itu, Kuasa Hukum Partai Buruh untuk pengujian UU PPP di Mahkamah Konstitusi Said Salahudin mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi alasan Partai Buruh merasa berkepentingan untuk melakukan pengujian terhadap UU No 13 Tahun 2022.

Pertama, dari aspek formil ada kerugian konstitusional. Undang-Undang ini dibentuk tanpa kepastian hukum. Padahal di dalam UUD Pasal 28D ayat 1 dinyatakan, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.

"Aspek kepastian hukum tidak terpenuhi. Mulai dari proses perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. Ini membuat Partai Buruh merasa kepastian hukum yang dijamin konstitusi dilanggar," ujarnya.

Kedua, dalam pembentukan Undang-Undang, ada beberapa asas yang harus dipenuhi. Di antaranya adalah asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.

"Saya ambil contoh UU PPP ini. Apakah Undang-Undang ini dibentuk karena benar-benar dibutuhkan? Mayoritas rakyat Indonesia buruh, petani, hingga nelayan; mereka tidak butuh revisi UU PPP yang dimaksudkan untuk memuluskan UU Cipta Kerja jilid dua."

Faktanya, konfederasi-konfederai besar, serikat petani, hingga kelompok perempuan yang ada dalam Partai Buruh menolak revisi UU PPP yang dimaksudkan untuk memuluskan UU Cipta Kerja.

Menurut Said Salahudin, revisi UU PPP harus dibaca dalam satu rangkaian dengan omnibus law UU Cipta Kerja. Hal itu dinyatakan sendiri di dalam penjelasan UU 13/2022. Di sana disebutkan, UU PPP diubah karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan UU Cipta Kerja.

 

Hal yang lain, kerugian konstitusional yang dialami adalah tidak adanya keterlibatan kaum buruh, petani, dan nelayan. Mereka seharusnya dilibatkan dalam revisi UU PPP. Karena revisi ini menyangkut UU Cipta Kerja.

 

"Jadi mengulangi UU Cipta Kerja, revisi UU PPP tidak ada ketelibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna. Padahal, ecara teoritis, ini satu hal yang mutlak," tegas Said Salahudin.

 

Sementara itu, dari aspek materiil, omnibus sebagai sebuah metode pembentukan Undang-Undang secara hukum memang diakui. Namun demikian, omnibus law harus dipandang dengan memperhatikan korelasi antar Undang-Undang. Tidak asal menggabungkan Undang-Undang. UU Cipta Kerja sebagai contoh, memasukkan lebih dari 80 Undang-Undang yang tidak terkait satu sama lain.

Hal lain yang disoroti Said Salahudin adalah adanya ketentuan yang mengatakan, sesuatu yang disetujui bersama oleh Pemerintah dan DPR bisa dilakukan perbaikan.

"Saya sangat yakin Mahkamah Konstitusi akan membatalkan ini. Karena sebuah RUU yang ditetapkan dalam rapat DPR, RUU tersebut  sudah berubah menjadi UU. Itu namanya pengesahan materiil," tegasnya.