Pacu Investasi, Kemenperin Yakin RI Bakal Jadi Negara Produsen Petrokimia Nomor 1 di ASEAN

Oleh : Hariyanto | Senin, 04 April 2022 - 16:51 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Selama tahun 2020 hingga 2030, pemerintah tengah berusaha mengawal proyek-proyek pembangunan industri kimia raksasa yang total nilai investasinya mencapai USD31 miliar. 

Investasi tersebut guna memperkuat komoditas di sektor kimia hulu dan mampu mensubstitusi produk petrokimia yang masih diimpor seperti Etilena, Propilena, BTX, Butadiena, Polietilena (PE), dan Polipropilena (PP).

“Kapasitas industri nasional untuk produk-produk tersebut saat ini mencapai 7,1 juta ton per tahun,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Ignatius Warsito mewakili Menteri Perindustrian pada Peresmian Perluasan Pabrik PVC (Phase-7) dan Peluncuran Ekspor PT Asahimas Chemical di Cilegon, Banten, Jumat (1/4/2022). 

Guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang semakin meningkat, diperlukan peningkatan kapasitas produksinya.

“Dengan adanya investasi besar di industri petrokimia yang saat ini didukung penuh oleh pemerintah, Indonesia akan menjadi negara produsen petrokimia Nomor 1 di ASEAN dengan tambahan total kapasitas Olefin sebesar 5,7 juta ton per tahun serta tambahan total kapasitas Poliolefin sebesar 4,7 juta ton per tahun,” imbuhnya.

Kemenperin memberikan apresiasi terhadap realisasi investasi proyek PT Asahimas Chemical Phase-7 di Cilegon, karena menunjukkan bahwa potensi pengembangan industri petrokimia intermediate sangat besar. 

Dengan penambahan kapasitas produk PVC sebesar 200 ribu ton per tahun, PT Asahimas Chemical berkontribusi meningkatkan pasokan dalam negeri sebagai antisipasi meningkatnya permintaan PVC domestik, sekaligus menambah potensi pasar ekspor.

“Sampai dengan perluasan ke-7 ini, PT Asahimas Indonesia mampu menyerap tenaga kerja sampai dengan 1.250 orang. Oleh karena itu, proyek perluasan pabrik PT Asahimas Chemical ini perlu kita apresiasi,” tandasnya.

Selain itu, peningkatan kapasitas produksi PT Asahimas Chemical ini untuk memberikan kepastian dalam pasokan bahan baku bagi sektor industri lainnya. Dengan demikian, industri pengguna akan terjaga produktivitasnya dan bisa mengembangkan investasinya.  

Warsito menambahkan, industri kimia memiliki ciri khas dengan padat modal dan nilai investasi sangat besar, kebutuhan bahan baku yang spesifik, risiko tinggi pada sisi keselamatan, serta persaingan yang sangat ketat dari sisi bisnis. Dengan demikian, Menperin memahami pentingnya peran pemerintah dalam memfasilitasi iklim investasi industri kimia yang lebih berdaya saing.

“Pemerintah, dalam hal ini Kemenperin telah melakukan beberapa upaya strategis, antara lain dengan memberikan insentif harga gas bumi USD6 per MMBTU, dengan melakukan upaya pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor, Program Peningkatan Produksi Dalam Negeri (P3DN), serta pemberian insentif fiskalseperti Tax Allowance, Tax Holiday, Super Deduction Tax untuk R&D dan Vokasi, serta penerapan SNI dan SKKNI,” ungkapnya.

Bersamaan dengan hal tersebut, pemerintah juga berkomitmen untuk membangun industri manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan implementasi industri 4.0. 

Dalam upaya mendukung pelaksanaan Making Indonesia 4.0, pemerintah juga tengah mengupayakan penguatan SDM melalui program vokasi industri. Hal ini sangat penting guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan kompeten sesuai dengan kebutuhan industri.

“Pemerintah juga akan terus berupaya menciptakan iklim usaha industri yang baik, menguntungkan, dan berkesinambungan melalui berbagai kebijakan sehingga investasi dapat terus bertumbuh dan kekuatan ekonomi negeri kita menjadi semakin kokoh,” tegas Warsito.