Dirut KS Silmy Karim Diusir dari Ruang Sidang, Komisi VII DPR: Anda Merasa Hebat, Silahkan Keluar

Oleh : Ridwan | Senin, 14 Februari 2022 - 17:22 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Silmy Karim, diusir dari ruangan sidang oleh Komisi VII DPR RI.

Kejadian itu terjadi saat manajemen KRAS dan Komisi tengah membahas proyek Blast Furnace hingga produksi baja dalam rapat dengar pendapat (RDP), Senin (14/2/2022).

"Anda tolong hormati persidangan ini, ada teknis persidangan, kok kayak Anda tidak pernah menghargai Komisi. Kalau sekiranya anda gak bisa, mungkin di sini, silahkan anda keluar," ujar Ketua Komisi VII, Bambang Haryanto seperti dikutip redaksi INDUSTRY.co.id pada Senin (14/2/2022).

Dalam kesempatan itu, Bambang menilai, langkah penutupan proyek Blast Furnace yang dinilai memunculkan sejumlah persoalan tidak sejalan dengan misi KRAS untuk meningkatkan produksi baja dalam negeri.

Proyek blast furnace sejak sejak 2011 disebut sebagai proyek yang serba salah.

Sebab bagaimanapun, proyek ini akan merugikan perusahaan senilai Rp1,3 triliun setiap tahunnya. Sedangkan jika dihentikan, maka perseroan akan kehilangan uang sekitar Rp10 triliun.

Sejak proyek tersebut dimulai pada 2011 lalu, perusahaan sudah mengeluarkan anggaran sekitar USD714 juta dolar AS atau setara Rp10 triliun. Angka ini mengalami pembengkakan Rp3 triliun dari rencana semula yang hanya Rp7 triliun. Pada Juli 2019 lalu, proyek itu pun dihentikan.

"Jadi, tadi bilang dihentikan, tapi ada yang unik nih. Ini udah kayak dagelan aja nih pagi-pagi. Pak Dirut bilang untung, uda jelas jelas bahwa Blast Furnace ini salah satu yang sudah beroperasi di sini dan diakui sejak 11 Juli 2019," kata Bambang.

"Jadi diakui sudah beroperasi dan ada semangat seperti semangat Presiden kita bahwa ingin memperkuat produksi baja dalam negeri dan unik, ini gimana? Pabrik Blast Furnace ini dihentikan, tapi satu sisi ingin memperkuat produksi dalam negeri?. Ini jangan maling teriak maling gitu lho, jangan kita ikut bermain pura-pura gak ikut bermain," lanjut dia.

Kata-kata Bambang soal 'maling' itu pun ditanggapi oleh Silmy.

"Maksud maling bagaimana?," katanya.

Mendapat pertanyaan tersebut, Bambang langsung menunjukkan dugaan kasus pemalsuan SNI yang diduga dilakukan oleh pengusaha Kimin Tanoto. Kasus itu katanya sempat ditangani Polda Metro Jaya.

"Kalau dengan cara-cara begini, kasus baja yang ada di Polda Metro, sampai sekarang mana. Kami minta penjelasannya. Itu salah satu anggota anda. Namanya Kimin Tanoto," sebut Bambang.

Mendapat pertanyaan tersebut, Bambang langsung menunjukkan dugaan kasus pemalsuan SNI yang diduga dilakukan oleh pengusaha Kimin Tanoto. Kasus itu katanya sempat ditangani Polda Metro Jaya.

"Kalau dengan cara-cara begini, kasus baja yang ada di Polda Metro, sampai sekarang mana. Kami minta penjelasannya. Itu salah satu anggota anda. Namanya Kimin Tanoto," sebut Bambang.

Mendapat pengusiran tersebut, Silmy langsung berkata," kalau memang harus keluar ya kita keluar," katanya.

Mendapat jawaban itu, Bambang semakin menjadi.

"Anda merasa hebat. Anda sudah jawab anda pengin keluar, silahkan keluar," katanya.

Namun, pengusiran akhirnya dibatalkan usai anggota DPR Komisi VII Adian Napitupulu yang menyarankan adanya rapat dengan semua pihak agar seluruh permasalahan impor industri baja dapat diinvestigasi tidak hanya sepihak tapi dari sisi regulator juga.

"Rapat ini belum komplit, kalau rapat ini mau tertutup, panggil pihak-pihak yang lain, misal Kemenkeu, kenapa banyak baja impor yang masuk? Apa yang didapat dari pajak impor, karena semua saling terkait, kita tidak bisa sepihak menyalahkan mereka yang jadi trader, regulator harus dikumpulkan," ujar Adian.

Blast Furnace merupakan salah satu proyek Krakatau Steel yang sempat memicu polemik. Menteri BUMN Erick Thohir beberapa waktu lalu menyebut ada bau korupsi dalam proyek itu.

Pasalnya, proyek membuat utang perusahaan sempat tembus US$2 miliar atau Rp28,4 triliun (asumsi kurs Rp14.200 per dolar AS). Ia menyebut penumpukan utang disebabkan oleh investasi Krakatau Steel di fasilitas blast furnace.

"Krakatau Steel punya utang US$2 miliar. Salah satunya (karena) investasi US$850 juta dari proyek blast furnace yang hari ini mangkrak. Pasti ada indikasi korupsi," ucap Erick dalam Talkshow Bangkit Bareng, Selasa (28/9).

Masalah sama juga diungkap Roy Maningkas, komisaris Krakatau Steel yang mundur dari jabatannya beberapa waktu lalu.

Menurut pengakuannya, pembangunan pabrik ini hanya akan mendatangkan kerugian bagi Krakatau Steel hingga Rp1,2 triliun per tahun. Hal tersebut didasarkan pada produksi sebanyak 1,1 juta ton per tahun dan Harga Pokok Produksi (HPP) sebesar US$8,06 per ton.

Tak hanya itu, ia juga mengendus keganjilan di dalam proyek ini. Sebab, pabrik itu rencananya hanya akan beroperasi dua bulan saja sebelum ditidurkan lagi dalam jangka waktu yang tak tentu. Ini justru disebutnya akan menimbulkan kerusakan mesin.

Terlebih, proyek ini juga mundur 72 bulan dan mengalami pembengkakan biaya investasi dari Rp7 triliun menjadi Rp10 triliun. Untuk itu, Roy mengaku telah memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) kepada direksi dan Kementerian BUMN, hanya saja pendapatanya tak pernah digubris.

"Jadi saya akhirnya 11 Juli mengajukan surat permohonan diri dari komisaris Krakatau Steel. Di dalam Whatsapp yang disampaikan oleh Deputi BUMN Fajar Harry Sampoerno, Bu Menteri BUMN (Rini Soemarno) mengatakan beliau tidak puas dengan dissenting opinion tersebut," kata Roy.