Program Kemitraan Jamin Kesejahteraan Petani Tembakau Jember

Oleh : Hariyanto | Jumat, 19 November 2021 - 18:35 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Tembakau masih menjadi salah satu komoditas unggulan sektor pertanian di Indonesia. Daerah yang menjadi sentra produksi tembakau tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jember, Jawa Timur.

Tembakau adalah salah satu penopang perekonomian masyarakat Jember. Pada rapat koordinasi yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Jember beberapa waktu lalu, Bupati Jember H. Hendy Siswanto menyatakan perlunya peningkatan pola sinergi untuk memajukan kembali komoditas tembakau di kabupaten ini.

Rakor yang melibatkan perwakilan pengusaha, petani, serta akademisi ini membahas potret pertanian tembakau Jember secara menyeluruh, mulai dari perihal tanam, hasil panen hingga pemasaran dan program kemitraan.

Program kemitraan disebutkan sebagai salah satu solusi terbaik untuk memajukan kembali komoditas yang dijuluki ‘emas hijau’ tersebut. Salah satu petani tembakau asal Jember yang sudah merasakan manfaat dari program kemitraan adalah Mursidi.

Dari total sembilan tahun menggeluti profesi sebagai petani tembakau, Mursidi tergabung dalam program kemitraan selama lima tahun terakhir. Ia mengaku merasakan betul perbedaan antara sebelum dan sesudah menjadi petani mitra.

“Dampaknya ke ekonomi itu lebih enak sekarang sebagai mitra. Sebagai mitra, penjualannya lebih enak,” kata Mursidi yang menggantungkan perekonomian keluarga pada tembakau sejak 2012 ini.

Sebelum menjadi petani mitra, tak semua proses perjalanannya sebagai petani tembakau berlangsung mulus. Pada 2015, Gunung Raung di Jawa Timur meletus. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas hasil pertanian tembakau dan harga tembakau anjlok. Pengalaman inilah yang akhirnya mempertemukan Mursidi dengan program kemitraan PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna).

Mursidi menceritakan pengalamannya pada masa itu. “Dulu sebelum saya ikut [program kemitraan Sampoerna] itu kan ada Gunung Raung yang meletus. Itu yang paling berefek. Tembakau saya juga harganya anjlok. Sedangkan di gudang teman-teman dan saudara-saudara saya yang ikut [program kemitraan Sampoerna] harganya tetap. Sedangkan kita yang tidak ikut mitra kewalahan menjualnya,” ceritanya.

Berangkat dari kepastian serapan hasil panen yang dirasakan rekan-rekannya sesama petani, setahun setelah bencana alam tersebut Mursidi mendaftarkan diri menjadi petani mitra. Kini, Mursidi merupakan salah satu petani binaan yang bergabung dengan program kemitraan pertanian tembakau yang dijalankan Sampoerna, yaitu program “Sistem Produksi Terpadu”.

Program ini sudah berjalan sejak 2009 dan dilaksanakan Sampoerna melalui perusahaan pemasok tembakau. Pada tahun 2020, Sampoerna telah bermitra dengan lebih dari 23.000 petani tembakau dengan luas lahan 19.000 hektar. Petani tembakau mitra Sampoerna tersebar di berbagai sentra tembakau di Pulau Jawa.

Melalui program Sistem Produksi Terpadu, petani binaan mendapatkan kepastian serapan hasil panen berdasarkan jumlah dan ketentuan yang disepakati bersama, akses ke sarana dan prasarana, serta dukungan teknis.

“Di situ enaknya menjadi mitra. Ada kepastian. Harganya juga sudah ditetapkan sama gudang,” ujar Mursidi.

Sejak bermitra, Mursidi mulai berkenalan dengan teknologi pertanian yang efektif, efisien, dan ekonomis. Dukungan teknis dijalankan dalam bentuk pendampingan terus-menerus dan transfer ilmu sepanjang proses bertani yang mencakup sebelum tembakau ditanam, sepanjang masa tanam, pemrosesan pasca panen, hingga pembelian atau serapan hasil panennya. Melalui pembinaan tersebut, petani tembakau dapat meningkatkan produktivitas sehingga taraf hidupnya meningkat.

Lewat pelatihan yang ditujukan untuk mengembangkan kapabilitas para petani, Mursidi mengetahui bahwa biaya pengelolaan lahan dapat ditekan jauh dengan produktivitas hasil pertanian yang tetap stabil, bahkan meningkat.

“Secara teknologi juga didampingi. Cara membuat bedeng yang bagus, cara mengelola tanaman yang direkomendasikan sama gudang. Cara penjualan juga didampingi. Cara pengeringan juga didampingi sama petugasnya. Enaknya di situ,” tutur Mursidi.

Selain peningkatan produktivitas pertanian, edukasi dalam program kemitraan juga mencakup upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan petani.

Sampoerna memastikan semua petani memiliki akses terhadap Alat Pelindung Diri (APD) untuk mengurangi risiko seperti paparan penyakit hijau (green tobacco sickness) akibat kontak langsung dengan tembakau basah, atau dari zat pelindung tanaman ketika penanganan. Pada 2020, 100% petani binaan telah mendapatkan APD.

Berkat jaminan kepastian serapan tembakau dan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas yang didapat melalui program kemitraan, kesejahteraan Mursidi dan keluarga meningkat signifikan. Ia telah berhasil mengembangkan lahannya dari 500 meter persegi menjadi 2 hektar.

Dari hasil bertani tembakau, ia juga dapat membangun rumah sendiri, membiayai kuliah anaknya, dan menabung. Mursidi kini juga mempekerjakan 12 orang tenaga kerja yang merupakan tetangga-tetangganya.

Menjadi petani tembakau, terlebih setelah bergabung dalam program kemitraan, telah mengubah tingkat kesejahteraan tak hanya Mursidi namun juga berdampak bagi para warga sekitarnya.

Sebelum menjadi petani, Mursidi bekerja sebagai pengemudi angkutan umum di Jember. Pada saat itu ia sudah memiliki lahan seluas 500 meter persegi, namun pengelolaannya diserahkan kepada orang lain dengan harapan dapat memperoleh dua sumber pemasukan sekaligus.

Akan tetapi, lambat laun ia alih profesi menjadi petani tembakau sepenuhnya karena telah merasakan manfaat positif sebagai petani tembakau.

“Terasa hasilnya. Hasilnya kan lumayan dibanding kita menanam padi, palawija. Itu per hektarnya kalau padi 20 jutaan. Kalau tembakau bisa 40-60 jutaan. Lumayan. Bedanya memang jauh,” ujarnya.