Pamer Potret di Liberty Bell, Sri Mulyani Ungkap Sejarah Keuangan AS: Pajak, Utang dan Cetak Uang

Oleh : Candra Mata | Senin, 18 Oktober 2021 - 11:15 WIB

INDUSTRY.co.id - Washington, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengunggah sejumlah potret bersama jajaran Kemenkeu di sebuah replika Liberty Bell (Lonceng Kebebasan) yang berada di depan pintu masuk gedung Kementerian Keuangan Amerika Serikat (US Treasury Building).

Menurutnya, replika ini merupakan monumen sejarah kemerdekan AS.

"U.S. Treasury Liberty Bell replica - U.S. Treasury Building 1500 Pennsylvania Avenue. Di pintu masuk gedung Kementrian Keuangan Amerika Serikat (US Treasury Building) terdapat sebuah Lonceng Raksasa dinamakan Liberty Bell (Lonceng Kebebasan)," unggah Sri Mulyani dikutip redaksi INDUSTRY.co.id dari akin Instagramnya, Senin (18/10/2021).

"Ini adalah replika dari Liberty Bell asli yang berada di Pennsylvania yang menjadi lambang Kemerdekaan Amerika Serikat yang dibunyikan pada saat deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat Juli 1776," sambungnya.

Dalam unggahan itu, mantan Direktur Bank Dunia ini juga menceritakan tentang sejarah keuangan pemerintahan AS yang terkait dengan kebijakan pajak, perang dan Kemerdekaan. 

Menurutnya, waktu Perang Dunia Pertama 1914-1918, AS butuh biaya perang sangat besar. 

"Sumber dana perang hanya tiga: (1) Memungut dan menaikkan Pajak, (2) Utang, atau (3) Mencetak Uang yang tentu menimbulkan inflasi,"  ungkap Sri Mulyani.

Dikatakannya, Menkeu AS waktu itu William McAdoo yang sekaligus Ketua Bank Sentral (Federal Reserve), memutuskan pendanaan perang 1/3 berasal dari Pajak dan 2/3 berasal dari Utang. 

"Pajak progresif dinaikkan, bahkan untuk penduduk sangat kaya (pendapatan diatas US$ 1 juta) membayar pajak sangat tinggi yaitu 77%," ujarnya.

US Treasury sendiir, lanjut Sri Mulyani telah menerbitkan Liberty Bonds sebanyak empat kali.

Yakni pada 1917-1918 dan satu kali Victory Bonds pada 1919. 

"Denominasi Liberty Bond terkecil  $50 (setara 1/2 bulan gaji pekerja pabrik), jangka waktu 30 tahun, suku bunga 3,5%, 4%, 4,25%. Masyarakat dapat membeli dengan mencicil 25 sen (tahun 1917 upah buruh per jam 35 sen)," jelas Sri Mulyani.

Dijelaskannya lebih lanjut, penerbitan surat utang Liberty dan Victory Bond 1917-1919 menggunakan semangat patriotisme rakyat Amerika menghasilkan dana lebih dari US$ 17 milyar, setara US$ 6,5 triliun nilai saat ini. 

"68% rakyat Amerika membeli Liberty dan Victory bonds untuk membiayai Perang Dunia Pertama. Sedangkan US$ 8,8 milyar biaya perang diperoleh dari Pajak," ungkapnya.

Menurut Sri Mulyani, belanja perang AS sungguh besar, sebelum Perang Dunia I -1913-1916 belanja pemerintah federal AS setahun hanya US$ 750 juta, dengan perang belanja Federal (1919) melonjak mencapai US$ 18,5 milyar.

"Biaya perang sungguh sangat mahal!," imbuhnya.

Menurutnya, sejarah, data dan fakta sejarah keuangan AS tersebut memberikan perspektif dan kesempatan untuk (Indonesia-red) belajar.

Hal ini agar mampu menghadapi tantangan kedepan dan terus menempuh perjuangan mencapai cita-cita bangsa Indonesia.

"Tidak ada cita-cita dicapai tanpa perjuangan!," pungkas Sri Mulyani.