Kemenko Marves Ajak Sumatera Barat Kembangkan Industri Kayu Legal

Oleh : Hariyanto | Senin, 04 Oktober 2021 - 13:57 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Perdagangan kayu ilegal masih marak terjadi di Indonesia, untuk itu Pemerintah terus menggencarkan dan memerangi praktek perdagangan kayu ilegal tersebut dan membantu hutan dikelola dengan baik.

Hal tersebut diungkapkan Plt. Asisten Deputi Bidang Pengembangan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan Kemenko Marves Zainuddin dalam rapat koordinasi teknis di kota Padang, Jumat (24/9/2021) lalu.

Kayu disebut legal jika kebenaran asal kayu, ijin penebangan, system dan prosedur penebangan, administrasi, dokumentasi angkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganan dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Sistem verifikasi legalitas kayu diterapkan di Indonesia untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan.

“Kini, legalitas kayu dapat diverifikasi melalui Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) merupakan Komitmen Pemerintah dalam memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu illegal. Perwujudan good forest governance menuju pengelolaan hutan lestari,” imbuh Zainuddin.

Sebagai daerah rawan gempa, bahan bangunan menggunakan dasar kayu merupakan salah satu bagian dari kearifan lokal Sumatera Barat yang juga lebih aman digunakan di daerah ini.

“Untuk itu pastinya banyak sekali penggunaan kayu yang tentunya harus dikontrol oleh Pemerintah secara legal, dengan baik dan berkelanjutan,” ungkap Zainuddin.

Dalam paparannya, Zainuddin menegaskan bahwa sebagai sumber PNBP melalui PSDH dan DR, hutan harus dikelola secara berkelanjutan, “Sasaran penggunaan produk industri kehutanan yang legal sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran LKPP Nomor 16/2020 tentang Penetapan Produk Hijau Penghasil Industri Hijau untuk dapat digunakan dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang Berkelanjutan,” ungkapnya.

Memiliki kewenangan tersendiri, Sumatera Barat tentunya harus mengedepankan penggunaan kayu legal di provinsinya.

Untuk mengoordinasikan lebih lanjut mengenai hal ini, Kemenko Marves turut mengundang Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Padang, Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sumatera Barat, Kementerian PUPR, Kepala Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatera, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah III dan para Kepala UPTD KPHL Unit I s.d Unit XI demi mendorong peningkatan pemanfaatan kayu legal untuk bahan baku bangunan atau kayu konstruksi pada pasar domestik.

Asdep Zainuddin menekankan pula pentingnya pembangunan ekosistem industri kayu yang mandiri. Ekosistem industri kayu yang dibangun dekat dengan sentra produksi akan meminimalkan jejak karbon, menjamin pemenuhan kayu legal pada pasar domestik.

Menurutnya, Kita akan mendorong kestabilan antara produksi dan kebutuhan pasar domestik yang sudah teridentifikasi.

Dinas PUPR Sumatra Barat, memaparkan bahwa Kebutuhan Kayu Konstruksi pada Proyek Bangunan Pemerintah di Provinsi Sumatera Barat masih terbatas pada kebutuhan bekisting cor dan kebutuhan pada pembangunan gedung sekolah.

Jadi kayu yang dipergunakan merupakan kayu kelas II. Terkait tingkat produksi kayu olahan di Sumatera Barat, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat menjelaskan luas hutan produksi di Sumatera barat adalah 746099,62 ha, dengan lokasi terluas di Kepulauan Mentawai.

Secara khusus, perwakilan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sumatera Barat menyampaikan perhatiannya terkait kebutuhan kayu legal dalam pembangunan dan restorasi rumah-rumah gadang.

“Rumah gadang tentunya merupakan salah satu kearifan lokal yang perlu dilestarikan, tentunya dengan tetap mengikuti kaidah desain konstruksi kayu yang mencakup kuat geser, kuat lentur, kuat tekan, dan kuat tarik, sehingga kayu yang digunakan harus kayu kelas kuat I dan kelas awet I, tidak bisa sembarangan,” tegas Zainuddin.

Diharapkan, seluruh pihak yang terlibat dalam industri kayu legal di Sumatera Barat akan mendukung gagasan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, sehingga tetap dapat memanfaatkan hutan sesuai kaidah yang berlaku tanpa merusak ekosistem dan kehidupan yang ada.