Bapak Ibu Catat! AS Miliki Utang Rp400 Ribu Triliun, Indonesia Nggak Ada Apa-apanya, Utang Secuil Bos...

Oleh : Ridwan | Selasa, 21 September 2021 - 11:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Dalam hitungan hari, pemerintahan Amerika Serikat (AS) akan mengalami shutdown atau penutupan sementara akibat kehabisan anggaran. Tidak sekedar shutdown, Negara Adikuasa tersebut berpotensi mengalami krisis finansial.

Oleh karena itu, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Janet Yellen, meminta Kongres AS untuk menaikkan batas utang.

"Kongres telah menaikkan atau menangguhkan batas utang negara sekitar 80 kali sejak tahun 1960. Sekarang harus dilakukan lagi," kata Yellen, dikutip dari CNBC International, Selasa (21/9/2021).

Batas utang atau sering disebut plafon utang merupakan seberapa besar pemerintah AS diizinkan berutang guna memenuhi kewajibannya, termasuk di dalamnya untuk jaminan sosial, tunjangan kesehatan masyarakat, pembayaran bunga utang, serta kewajiban lainnya.

Berdasarkan data data dari Statista, per Agustus lalu, nilai utang AS sebenarnya mencapai US$ 28,427 triliun. Ini nyaris sama dengan bulan sebelumnya, tetapi turun cukup jauh dari bulan Juni US$ 28,529 triliun.

Namun, jika melihat data dari US Debt Clock, yang melihat posisi real time utang AS saat ini mencapai US$ 28,781 triliun atau Rp 40.129 triliun. Jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB), utang tersebut sebesar 125% dari PDB Negeri Adidaya.

Batas utang AS saat ini sebenarnya sebesar US$ 28,4 triliun.

Yellen mengatakan negeri itu akan mengalami gagal bayar (default) yang tidak pernah terjadi sebelumnya jika batas tersebut tidak dinaikkan.

"Jika batas utang tidak dinaikkan, suatu saat di bulan Oktober, sulit untuk memprediksi kapan waktu tepatnya, saldo kas di Departemen Keuangan tidak akan mencukupi, dan pemerintah federal tidak akan mampu membayar tagihannya," tambah Yellen.

AS sendiri tercatat tidak pernah mengalami default, tidak sekalipun. Jika terjadi default maka akan memicu krisis finansial yang bersejarah. 

Default bisa memicu kenaikan suku tajam suku bunga, penurunan tajam bursa saham, dan gejolak finansial lainnya.

Sejatinya, plafon utang sudah berulang kali menjadi isu politik di AS. Shutdown juga pernah terjadi berkali-kali.

Sebelumnya isu kenaikan plafon utang terjadi di era Presiden AS ke-45, Donald Trump. Saat itu pemerintahan mengalami shutdown selama 35 hari pada periode Desember 2018 hingga Januari 2019.

Meski demikian, Partai Republik menolak mendukung kenaikan batas utang tersebut. Senator partai Republik dari Lousiana, Bill Casssidy mengatakan Partai Demokrat ingin menaikkan batas utang tersebut untuk membiayai rencana proyek triliunan dolar AS yang disebut "Democrat wish list".

Sementara itu Yellen mengatakan kenaikan plafon utang akan digunakan untuk membayar kewajiban di masa lalu.

Mantan ketua bank sentral AS ini juga menyatakan terlalu lama menunda kenaikan batas utang akan menyebabkan lebih banyak masalah.

Berkaca dari 2011, ditundanya kenaikan batas utang membuat pemerintah AS nyaris mengalami default, dan terjadi penurunan tingkat kredit.

Lembaga pemeringkat utang, S&P pada tahun 2011 untuk pertama kalinya memberikan peringkat utang AS di bawah AAA.

"Penundaan kenaikan batas utang dapat menyebabkan gangguan besar di pasar keuangan yang berlangsung selama berbulan-bulan. Baik penundaan maupun default tidak bisa ditoleransi," kata Yellen.

Untuk diketahui, utang pemerintah AS tersebut bila dibandingkan dengan kondisi utang di dalam negeri bak langit dan bumi.

Berdasar data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah pada akhir Juli 2021 berada di angka Rp 6.570,17 triliun, dengan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,51%.

Sementara AStercatat memiliki utang sebesar Rp.400.000 triliun.