Survei : Selama Pandemi 62 Persen Nakes Indonesia Sulit Pertahankan Ibu Menyusui untuk Beri ASI Eksklusif

Oleh : Chodijah Febriyani | Rabu, 04 Agustus 2021 - 17:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC), menemukan fakta bahwa 62 persen tenaga kesehatan (nakes) di layanan primer di Indonesia kesulitan mempertahankan ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama masa pandemi. Padahal, ASI adalah hak anak untuk memperoleh nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sejak lahir.

Founder & Chairman dari Health Collaborative Center (HCC) Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK menjelaskan penelitian ini menghasilkan angka tenaga kesehatan Indonesia yang mengakui kesulitan dalam mempertahankan ibu untuk memberikan ASI esksklusif pada anak karena banyak faktor.

"Karena ketidak-tersediaannya layanan antenatal care atau pemantauan kehamilan dan menyusui secara daring, salah satu faktornya. Sementara, hampir 50 persen pasien ibu hamil dan menyusui memutuskan untuk mengurangi jumlah kunjungan, serta posyandu dan puskesmas mengurangi pelayanan ibu hamil dan menyusui. Akibatnya kesempatan konseling laktasi terganggu. Ini bisa akibatkan ibu menyusui gagal memberikan ASI eksklusif karena penelitian membuktikan peran tenaga kesehatan sangat kritikal dalam keberhasilan menyusui," jelasnya dalam webinar acara Media Brief Pekan ASI 2021, Jakarta, Rabu (4/8/2021).

Lebih lanjut, dr Ray mengungkapkan adapun temuan dan analisis statistik penting penelitian yang terkait seperti 57 persen fasilitas kesehatan layanan primer tidak memiliki pelayanan antenatal care daring/ telemedecine selama pandemi Covid-19. "Sehingga, hal tersebut berisiko 1,4 kali lebih besar mengganggu pelayanan lakstasi dan kesehatan ibu dan anak," bebernya.

"Lalu, temuan lainnya sebanyak 66 persen tenaga medis di layanan primer ini ternyata tidak pernah mendapatkan layanan pelatihan khusus manajemen laktasi di masa pandemi. Sehingga, ini berisiko 1,2 kali lebih beesar mengganggu pelayanan lakstasi dan kesehatan ibu anak," jelasnya.

dr Ray juga mengungkapkan, tenaga kesehatan juga mengkaui tidak ada ketersediaan informasi tentang menyususi cara yang aman di masa pandemi. "42 persen tenaga kesehatan mengakuinya. Bahkan, di fasilitas kesehatan mereka bertugas. Lalu, 64 persen fasilitas kesehatan primer tidak punya fasilitas khusus menyusui pasien Covid-19," ungkapnya.

Maka, dengan ini dr Ray memberikan empat rekomendasi yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Pertama, ia mengatakan praktiknya harus tetap dilakukan. "Harus ada kesediaan waktu untuk komunikasi lewat Whatsapp dan telepon. "Melalui ini jadi mereka tetap bisa mendapatkan informasi pelatihan tanpa perlu keluar," tuturnya.

Lalu yang kedua, harus tetap ada konseling. "Sering kali ibu-ibu mengeluh pada tenaga kesehatan karena berita yang diperoleh merupakan berita hoax dan mengatakan untuk tidak memberikan ASI saat ini. "Padaha hal ini malah bisa membantu keduanya untuk pulih dari gejala Covid-19 dengan cepat," bebernya.

Terkahir, dr Ray mengatakan memberikan kebijakan ketat dalam pengendalian hoax.

"Tenaga kesehatan perlu mendapatkan pelatihan infodemik untuk menangani hal ini. Penting sekali adanya modul pelatihan Laktasi dimasa pandemi dan juga modul pelatihan infodemik. Perlu ada inovasi fasilitas pelayanan dan konseling yang harusnya lebih bersahabat untuk ibu dan bayi. Mungkin juga bisa menggunakan Aplikasi khusus karna sudah banyak instrument online yang bisa diupayakan. Perangi hoax dengan pelayanan secara online juga," tukasnya.

Penelitian tentang kesiapan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan ini dilakukan dengan survei daring selama periode Februari – Mei 2021. Sebanyak 1004 tenaga kesehatan berpartisipasi, mayoritas bidan serta dokter umum, dan 45 persen adalah tenaga kesehatan layanan primer yang bekerja di Puskesmas serta 17 persen bidan praktik mandiri dari 22 provinsi di Indonesia.