Holding BUMN UMi Dinilai Mampu Tingkatkan Digitalisasi Usaha UMKM, Bisnis Wong Cilik Bakal Terdongkrak

Oleh : Hariyanto | Senin, 26 Juli 2021 - 13:41 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Kehadiran holding BUMN Ultra Mikro (UMi) yang mengintegrasikan ekosistem usaha milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero), diperkirakan dapat mendorong percepatan digitalisasi usaha yang akan memperluas pasar dari bisnis masyarakat kecil.

Pengamat perbankan dari Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto mengungkapkan pentingnya digitalisasi usaha bagi bisnis yang dimiliki wong cilik. Menurut Doddy, hal itu menjadi faktor krusial bagi pelaku usaha untuk tumbuh dan berkembang. Pasalnya, digitalisasi usaha dapat mendorong permintaan pasar yang lebih besar sekaligus efisiensi bisnis. 

"Holding ultra mikro antara BRI, Pegadaian dan PNM ini adalah rencana yang sangat tepat. UMKM harus mampu bangkit secara cepat melalui adopsi digital yang lebih baik ke depannya," kata Doddy yang dikutip INDUSTRY.co.id, Senin (26/7/2021).

Seperti diketahui, aksi korporasi rights issue PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., atau BRI dalam rangka pembentukan holding BUMN UMi telah mendapat persetujuan dari mayoritas pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Kamis (22/7/2021). Rights issue tersebut dengan mekanisme Penambahan Modal Dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD).

Melalui PMHMETD pemerintah akan menyetorkan seluruh saham Seri B miliknya dalam PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM kepada BRI melalui mekanisme inbreng.

Dana hasil dari aksi korporasi itu akan dimanfaatkan oleh BRI untuk pembentukan Holding BUMN UMi yang dilakukan melalui penyertaan saham BRI dalam Pegadaian dan PNM, sebagai hasil dari inbreng pemerintah. Selebihnya, dana itu akan digunakan sebagai modal kerja BRI dalam rangka pengembangan ekosistem usaha ultra mikro, serta bisnis mikro dan kecil.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM manergetkan program digitalisasi 30 juta pelaku UMKM dan tergabung dalam ekosistem digital pada 2024. Hal itu bertujuan mendorong daya saing pelaku UMKM guna memperkuat struktur ekonomi nasional.

Sementara itu pandemi Covid-19 yang belum berakhir hingga saat ini telah memukul kinerja pelaku mikro akibat penurunan permintaan dari masyarakat menyusul terbatasnya mobilitas dan aktivitas ekonomi. Karena itu, digitalisasi usaha di segmen tersebut perlu dipacu guna pemulihan kinerja.

Lebih jauh, Doddy menjelaskan dengan kehadiran holding pelaku usaha akan didorong untuk masuk ke sistem pembiayaan formal. Dengan pendampingan intensif, pelaku usaha UMi juga harus mampu memanfatkan berbagai inovasi digital banking yang berkembang saat ini, seperti e-commerce dan QRIS.

Doddy pun menyampaikan adopsi digital oleh pelaku usaha UMi dan UMKM akan sangat membantu mengoptimalkan investasi teknologi informasi pada BRI, Pegadaian dan PNM. Dengan integrasi, maka perangkat teknologi akan semakin lebih optimal seiring dengan upaya cross selling.

Upaya ini pada akhirnya akan mendongkrak peningkatan jumlah nasabah baru di segemn UMi dan UMKM yang masuk dalam sistem pembiayaan formal.

"Investasi teknologi itu mahal. Itu dia perlu integrasi, sehingga ongkos yang dikeluarkan bisa lebih hemat karena disebar ke banyak pihak. Sinergi ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi pelaku mikro. Mereka membutuhkan pasar yang lebih besar untuk dapat ‘naik kelas’. Holding pun menyediakan jenjang jasa keuangan pelaku mikro yang lebih lengkap," ujarnya optimistis.

Sementara itu, Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Mirza Adityaswara mengatakan hadirnya holding BUMN UMi melalui BRI, Pegadaian dan PNM yang mendorong digitalisasi usaha wong cilik akan memacu potensi pertumbuhan ekonomi masyarakat di tataran bawah.

Data usaha masyarakat kecil akan semakin terintegrasi untuk dikembangkan dan mempermudah mitigasi risiko di masa yang akan datang.

"Diharapkan juga informasi kredit menjadi lebih terintegrasi. Ini untuk menangkap potensi pertumbuhan sekaligus mitigasi risiko," ujarnya.

Dia menilai, hal itu diperlukan untuk menunjang kekuatan fondasi perekonomian Indonesia ke depan.  Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat hingga 2019 terdapat sekitar 64 juta unit usaha mikro termasuk ultra mikro di dalamnya.

Jumlah itu setara 98% lebih dari total unit usaha nasional. Dari jumlah itu baru setengahnya yang tersentuh lembaga keuangan formal. Sisanya masih mengandalkan jasa rentenir atau bantuan keluarga untuk meningkatkan daya usaha.

"Holding ini positif karena akan membuat permodalan lembaga pembiayaan serta sumber dana kredit mikro menjadi lebih kuat. Ini bagus untuk [lebih memberdayakan rakyat kecil] di Indonesia," tutupnya.