Perlu Penugasan Berdikari Untuk Melindungi Peternak

Oleh : Wiyanto | Sabtu, 24 Juli 2021 - 13:39 WIB

INDUSTRY.co.id-Jakarta-Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA). Sarana produksi ternak (sapronak) meliputi DOC FS dan pakan bagi pembudidaya peternak rakyat dan mandiri seringkali berfluktuasi tinggi. Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut mencapai Rp 19.000 – 21.000 per kilogram yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020.

Direktur Jenderal Perdgangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Oke nurwan mengatakan, industri perunggasan sedang mengalami biaya produksi DOC FS dan pakan yang tinggi serta turunnya harga livebird ditingkat peternak rakyat (farm gate). DOC naik akibat kebijakan cutting yang dampaknya tidak terlalu signifikan dan pakan naik karena mahalnya harga bahan baku pakan yang di pasok dalam negeri seperti jagung.

Kondisi harga pasar merupakan cerminaan supply-demand yang saat ini terjadi akibat oversupply. Pemerintah melakukan intervensi pasar apabila harga diluar peternak, Justru mengharapkan pemerintah mendorong peternak untuk membangun integrase-interasi kecil. Meskipun kemandirian bibit bagi peternak rakyat atau mandiri selama ini sebagian terpenuhi oleh pemerintah melalui PT Berdikari. Tri berharap berdikari mampu mendukung tersedianya DOC FS bagi peternak rakyat atau mandiri.

“Silahkan end usernya siapapun (PS breeding farm), namun kami harapkan yang tidak memiliki peternakan/budidaya ayam sehingga DOC FS nya bisa dilepas untuk peternak mandiri atau rakyat,” harpanya.

Sementara Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) Ali Usman mengatakan, Pengusahaan sapronak oleh perusahaan kelas gajah tersebut akibat ketidakjelasan sistem usaha ayam broiler yang berlangsung lama di tanah air, akibatnya alur bisnis carut marut yang mengulur dan berkepanjangan.

Tentunya pemerintah sebagai regulator yaitu berkepentingan dalam menjalankan amanat konstitusi, seharusnya melindungi kelompok usaha UMKM yang rentan terhadap polarisasi bisnis yang semakin liberal. Setidaknya peternak kelas mandiri tersebut memiliki bibit ayam Grand Parent Stock (GPS) sendiri, untuk kemandirian sapronak DOC FS demi menentukan nasib usaha sendiri dimasa yang akan datang yang berkelanjutan. Kemandirian Bibit DOC FS melalui pemerintah dalam mekanisme keputusan kuota impor GPS setiap tahun dan diberikan bagi peternak kelas UMKM. Selama ini mereka berjuang lama menjalankan roda bisnisnya dari bawah hingga naik kelas (scale up), seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah melindungi peternak mandiri tersebut. “Sebab mereka berangkat dari kelompok usaha kelas gurem yang berkembang menjadi usaha menengah, dan telah menyerap tenaga kerja dan banyak masyarakat pekerja yang bergantung hidupnya,” ujar Usman.

Usman melanjutkan, Pemerintah milik semua elemen kelas baik atas, menengah dan bawah terutama peternak pribumi yang telah lama berusaha berjuang, tentu juga bagian daripada ekonomi kerakyatan atau dikenal sebagai kelas UMKM. Padahal ekonomi nasional 60% ditopang oleh usaha kelas UMKM, sudah seharusnya pemerintah membuka mata dan telinga dalam melihat potensi ekonomi kerakyatan ini. Artinya potensi ekonomi UMKM ini tidak lagi dikebiri apalagi dimusnahkan oleh sistem bisnis perunggasan yang semakin liberal. “Kemandirian Bibit ayam broiler penting dilakukan oleh pemerintah demi mempertahankan eksistensi peternak mandiri dalam berusaha. Jika pengusaha kelas UMKM tidak diselamatkan, bagaimana nasib ekonomi bangsa dimasa akan datang, tentu ini menjadi tanda bahaya bagi perekonomian negara,” tegasnya.