Turun Sebentar Untuk Bangkit kembali

Oleh : Prof Dr Jony Oktavian Haryanto | Kamis, 08 Juli 2021 - 11:29 WIB

INDUSTRY.co.id - Bank dunia (World Bank) menyatakan bahwa Indonesia turun kelas dari sebelumnya upper middle income menjadi lower middle income. Bank Dunia membuat klasifikasi negara berdasarkan GNI per capita dalam 4 kategori, yaitu: Low Income (USD 1.035), Lower Middle Income (USD 1.036 - USD 4.045), Upper Middle Income (USD 4.046 - USD 12.535) dan High Income (>USD 12.535).

Pemerintah, dalam hal ini, Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengatakan, turun kelasnya Indonesia tak lepas dari terkontraksinya perekonomian Indonesia di tahun 2020 yang turun minus 2,07% sehingga pendapatan per kapita juga menurun. Pandemi covid-19 merupakan penyebab utama penurunan ini.

Investasi Asing

Pemerintah telah berupaya keras untuk meningkatkan perekonomian kita, misalnya dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang berupa: Pertama, percepatan realisasi program perlindungan sosial yang meliputi Program Keluarga Harapan, penyaluran bantuan sosial, Bantuan Sosial Tunai, dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa. Kedua adalah  percepatan penganggaran dan realisasi Bantuan Produktif Usaha Mikro. Ketiga, program padat karya kementerian/lembaga (K/L) pada Kementerian terkait.

Keempat, insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor dan PPN perumahan. Kelima, percepatan program vaksinasi tahap kedua untuk menciptakan kepercayaan pada masyarakat. Namun ternyata PEN ini belum cukup kuat untuk mempertahankan status upper middle income yang telah dicapai pada tahun 2020 lalu.

Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan supaya dapat kembali naik ke negara dengan status upper middle income, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen per tahun dengan  total investasi dalam perekonomian sekitar Rp5.817,3 hingga Rp5.912,1 triliun. Hal ini menjadi tantangan karena realisasi investasi di 2020 hanya sebesar Rp4.897,78 triliun.

Jika melihat negara yang merupakan investor terbesar Indonesia, maka Singapura, China dan Jepang adalah tiga negara terbesar investor kita. Melihat data tersebut, maka seharusnya kita lebih merangkul mereka dengan lebih erat lagi supaya menanamkan lebih banyak investasi ke kita. Namun yang terjadi, sentimen anti asing atau aseng seringkali mengalahkan rasionalitas kita.

Misalnya kasus masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China yang demikian disorot dan diviralkan seakan-akan mereka melakukan pelanggaran berat. Padahal, Ditjen Imigrasi sudah memberikan klarifikasi bahwa semua TKA China yang masuk ke Indonesia tersebut telah melalui pemeriksaan keimigrasian di tempat pemeriksaan Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 25 Juni 2021 atau sebelum PPKM Darurat berlaku di Jawa dan Bali.

Tulisan ini tidak bermaksud membela TKA China atau TKA dari manapun, namun lebih kepada ajakan supaya kita berkepala dingin dan meletakkan permasalahan yang ada secara proporsional. Kita masih membutuhkan investasi asing dan tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak membutuhkan investasi asing. Bahkan Korea Utara yang tertutup pun juga membutuhkan investasi asing di negaranya. Untuk itu, kebencian dan sentimen negatif yang tidak berdasar perlu segera dikurangi.


Gotong Royong Menekan Penyebaran Covid-19

Semua elemen masyarakat juga seharusnya taat terhadap aturan yang diberlakukan dalam PPKM darurat ini. Tanpa kerjasama dari semua elemen masyarakat maka penyebaran covid-19 ini akan susah dikendalikan dan jika terus ada perpanjangan PPKM maka ekonomi kita akan terus terkontraksi dan keinginan kita untuk kembali ke negara dengan kriteria upper middle income bahkan keinginan di tahun 2045 untuk kita masuk ke negara maju menjadi terhambat.

Kita semua tahu dan sadar bahwa PPKM darurat ini tidak menyenangkan. Sekolah tutup karena semua harus online, UMKM banyak yang gulung tikar, dan masih banyak lagi dampak tidak menyenangkan karena adanya PPKM darurat ini.

Namun tanpa ketaatan kita terhadap program ini, maka penyebaran akan semakin masif dan justru pemulihan ekonomi akan menjadi semakin sulit dan akhirnya pandemi ini akan semakin panjang.

Oleh: Prof Dr Jony Oktavian Haryanto, Rektor President University