Anak Buah Sri Mulyani: PPN Sembako dan Pendidikan Bertujuan untuk Mencari Keadilan

Oleh : Candra Mata | Senin, 14 Juni 2021 - 12:20 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui staf khususnya Yustinus Prastowo angkat suara meluruskan informasi terkait rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sembako.

Menurutnya bahwa selama ini pemerintah terlalu baik hati dengan tidak mengenakan pajak terhadap sejumlah sembako yang beredar luas dimasyarakat.

"Jadi pemerintah selama ini sebenarnya boleh dibilang terlalu baik hati, banyak barang jasa dikecualikan supaya kehidupan sosial ekonomi masyarakat dapat terjamin dapat terjaga," kata Yustinus dalam webinar Pajak Pendidikan pada Minggu (13/6/2021).

Padahal menurutnya, saat ini berbagai jenis produk baru terus bermunculan di Indonesia.

Dimana sejatinya varian baru tersebut tidak dinikmati oleh mayoritas masyarakat Indonesia.

Hal tersebut juga menjadikan tujuan pemajakan tidak tercapai. Orang yang seharusnya mampu membayar, menjadi tak membayar karena mengkonsumsi barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN.

"Ini fakta. Maka kita perlu memikirkan upaya menata ulang agar sistem PPN kita lebih adil dan fair. Yang dikonsumsi masyarakat banyak (menengah bawah) mustinya dikenai tarif lebih rendah, bukan 10%. Sebaliknya, yg hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi. Ini adil bukan? Yang mampu mensubsidi yang kurang mampu," ujarnya.

Untuk itu, dalam upaya mencari keadilan, pemerintah berencana menerapkan pajak untuk sembako.

Adapun terkait rencana penerapan PPN jasa pendidikan, Yustinus menegaskan, pajak dimaksud untuk sekolah-sekolah mahal yang selama ini juga tidak diakses oleh mayoritas masyarakat melainkan hanya kelompok tertentu.

"Tak ada niat sedikitpun pemerintah untuk memajaki mengenai PPN mengenakan PPN atas jasa pendidikan umum, apalagi jasa pendidikan yang dikelola oleh yayasan oleh pihak-pihak yang selama ini digerakkan oleh kepedulian dan misi kemanusiaan sosial," tegasnya.

Menurutnya, rencana PPN ini bertujuan untuk memangkas ketimpangan, dimana hasilnya bisa dialokasikan untuk mensubsidi biaya pendidikan masyarakat yang kurang mampu.

"Jadi sekolah bertaraf internasional, kursus private, dan pelatihan-pelatihan profesional berbayar jelas bukan misi sosial. Kita ingin jasa pendidikan itu berbagi melalui pajak. Supaya uangnya bisa dikumpulkan negara dan bisa di redistribusi kan untuk membantu pendidikan mereka yang tidak mampu. Itu prinsipnya," tandas Yustinus.