Sebut Data Privasi dan Perilaku Seperti Tambang Minyak, APJII: Perlindungan Data Harus Dibereskan

Oleh : Hariyanto | Selasa, 08 Juni 2021 - 17:58 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Survei penetrasi dan perilaku pengguna internet Indonesia oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2019-Q2 2020 mencatat bahwa 73,7 persen atau 196,71 juta masyarakat tanah air sudah terhubung internet. Jumlah pengguna internet tercatat terus meningkat signifikan dari tahun ke tahun.

“Peningkatan pengguna internet di Indonesia ini sudah cukup baik dan tentu harus terus ditingkatkan lagi. Di sisi lain, kita juga harus memikirkan hal-hal lain seperti peningkatan keamanan, kesadaran betapa pentingnya data privasi yang harus segera dioptimalkan,” ujar Ketua Bidang Koordinasi dan Pengembangan Wilayah APJII, Zulfadly Syam yang dikutip INDUSTRY.co.id, Selasa (8/6/2021).

Saat ini, menurut Zul, seluruh pengguna internet di Indonesia begitu mengandalkan teknologi ini untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Mulai dari meeting, membeli pakaian, hingga memesan makanan melalui aplikasi yang terhubung internet.

Dengan banyaknya aplikasi yang terpasang di gawai, tanpa disadari data-data pengguna terekam dan tersimpan rapih yang dapat dimanfaatkan oleh pembuat aplikasi.

“Ketika interkoneksi internet dan masyarakat sudah tahu teknologi ini bisa digunakan untuk aktivitasnya, maka orang-orang akan bergantung hidupnya kepada internet. Misalnya beli makanan harus di internet, beli pakaian harus di internet, beli apapun lewat internet. Nah akhirnya, karena kebutuhan-kebutuhan ini, ada yang dinamakan sebuah perilaku. Aplikasi-aplikasi ini mampu menangkap kebiasaan para penggunanya,” ungkap Zul.

Zul mengungkapkan, tanpa disadari, data-data privasi dan perilaku masyarakat sudah tersebar dibanyak aplikasi internet yang diinstall di smartphone-nya. Kalau pun ada data-data yang sengaja dipalsukan untuk menginstall sebuah aplikasi, namun dipastikan tidak bisa mengaburkan identitas alamat dan nomor telepon.

“Karena data privasi dan perilaku seperti tambang minyak. Artinya perlindungan data, itu betul-betul hal yang harus dibereskan. Kalau tidak, kedaulatan data pribadi tak punya. Kalau ini sudah tidak ada, kedaulatan negara apalagi,” jelas Zul.

Dampak jika perlindungan data pribadi ini dikesampingkan adalah kekhawatiran makin banyaknya tindakan tak bertanggung jawab dengan menggunakan data-data pribadi seseorang. Misalnya data seseorang dijadikan sebagai jaminan pinjaman. “Ini termasuk kategori kriminal memanfaatkan data pribadi secara tidak sah,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, masyarakat juga harus menyadari betapa pentingnya data pribadi. Dari sisi pemerintah dan legislatif, perlu segera memastikan agar Undang-undang Perlindungan Data Pribadi disahkan. Hal ini sebagai jaminan kepada masyarakat terkait dengan data-data pribadinya.

“Secara regulasi juga mulai diperhatikan. Pembuat aplikasi-aplikasi ini harus dicover dengan perlindungan data pribadi. Ini mutlak kita harus persiapkan dan kawal terus. Kalau tidak data-data kita itu bisa kemana-mana. Kemana-mana ini maksudnya data kita juga bisa ada di luar negeri dan sangat berbahaya jika tidak dipegang oleh orang-orang yang bertanggung jawab,” terang Zul.