Harapan Baru Pasien Diabetes Tipe-2 Dengan SGLT-2 Inhibitor

Oleh : Hariyanto | Senin, 08 Mei 2017 - 11:48 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Diabetes adalah epidemik yang terus meluas didunia, yang dimana berkaitan dengan komorbiditas signifikan yang berkontribusi pada tingkat rawat inap yang sangat mahal bahkan kematian.1,2 Diseluruh dunia, diabetes mempengaruhi kehidupan dari sekitar 415 juta orang dewasa, angka tersebut diperkirakan akan naik hingga 642 juta pada tahun 2040 (1 dari 10 orang dewasa).

3 Pasien dengan DM tipe 2 memiliki risiko 2-3 kali lebih besar terkena gagal jantung dan memililki risiko lebih tinggi terkena serangan jantung atau stroke, dan sekitar 50% dari angka kematian pada para pasien dengan DM tipe 2 disebabkan oleh komplikasi penyakit kardiovaskular.4,5,6
 
 “Pada tahun 2015, ada 10 juta orang dengan penyakit diabetes di Indonesia. Di tahun 2040 nanti, angka tersebut diperkirakan naik hingga 16.2 juta. Angka tersebut tentunya sangat menakutkan dalam hal kesehatan masyarakat di Indonesia.” Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Kardiovaskular Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV di Jakarta (4/5/2017)
 
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh AstraZeneca baru-baru ini mengevaluasi tingkat rawat inap karena gagal jantung dan kematian oleh berbagai penyebab pada pasien dengan DM tipe-2 yang menerima perawatan dengan kelas terapi terbaru dari obat diabetes,  penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor).7
 
Data dari hasil studi real-world (nyata) ini memberikan bukti bahwa kelas terapi terbaru dari obat diabetes, penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor) dapat mengurangi tingkat rawat inap akibat gagal jantung dan kematian hingga setengahnya. CVD-Real merupakan studi pertama yang mengobservasi efek dari perawatan dengan SGLT-2 inhibitor pada grup pasien DM tipe-2 yang lebih besar dengan risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan grup pasien lain yang pernah dievaluasi pada uji klinis.
 
“Oleh karena itu, hasil studi ini menjadi aset penting yang dapat menjadi pertimbangan untuk perawatan bagi pasien DM tipe 2 dengan pengobatan kelas terapi terbaru dari obat diabetes, penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor),” tambah Prof. DR. Dr. Idrus Alwi.
 
CVD-Real adalah studi skala besar pertama yang memantau efek dari pengobatan penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor) pada grup pasien DM tipe 2 yang lebih luas, yaitu pada mereka yang belum terkena komplikasi CVD namun berisiko mengalaminya, dibandingkan dengan yang evaluasi sebelumnya dalam uji klinis (clinical trials), dimana pasiennya sudah dengan komplikasi CVD.
 
Studi CVD-Real menganalisa data yang diperoleh dari lebih 300.000 pasien di enam (6) negara, 87% diantaranya tidak memiliki riwayat komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD). Data tersebut menunjukkan bahwa dari populasi data pasien dengan DM tipe-2 yang luas dan telah menerima pengobatan penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor) – dapat menurunkan tingkat rawat inap hingga 39% (p<0.001) dan angka kematian karena berbagai penyebab hingga 51% (p<0.001), dibandingkan dengan pemberian obat-obat DM tipe 2 yang lainnya. Sedangkan untuk hasil gabungan dari rawat inap karena gagal jantung dan kematian karena berbagai penyebab, angka penurunan tercatat 46% (p<0.001).1
 
“AstraZeneca adalah perusahaan yang senantiasa mengedepankan kepentingan pasien dan melandaskan semua riset dan pengembangannya untuk meningkatkan hasil (outcome) dari manajemen pasien, terutama pasien DM tipe-2. Hal ini termasuk studi CVD-Real yang diprakarsai oleh AstraZeneca pun ditujukan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa pemberian obat kelas terapi terbaru penghambat SGLT2 dapat menurunkan angka rawat di rumah sakit akibat gagal jantung dan kematian akibat berbagai sebab hingga separuhnya.” Head of Medical Department AstraZeneca Indonesia dr. Andi Marsali
 
Analisis akan tingkat rawat inap karena gagal jantung diterapkan dengan menggunakan data pasien yang dirahasiakan yang berasal dari Denmark, Jerman, Norwegia, Swedia, Inggris Raya dan Amerika Serikat. Dari seluruh data yang dianalisa, 41.8% pasien menerima obat dapagliflozin, 52.7% menerima obat canagliflozin dan 5.5% menerima obat empagliflozin. Dapagliflozin saat ini merupakan satu-satunya penghambat SGLT2 yang telah dipasarkan di Indonesia.
 
Sedangkan, analisis pada angka kematian oleh berbagai penyebab diterapkan dengan menggunakan data pasien yang dirahasiakan yang berasal dari Denmark, Norwegia, Swedia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat. Dari seluruh data yang dianalisa, 51.0% pasien mendapat obat Forxiga (dapagliflozin), 42.3% mendapat canagliflozin dan 6.7% mendapat empagliflozin.
 
Analisa ini adalah yang pertama dari beberapa analisa komparatif CVD-Real. Analisa masih terus dikembangkan dan analisa berikutnya akan diterapkan dengan menggunakan set data yang telah ada sekaligus data dari negara-negara tambahan. Seluruh data dari studi ini didapatkan dari sumber-sumber yang dijamin kerahasiannya meliputi catatan medis, database klaim, dan registrasi nasional. Analisa CVD-REAL divalidasi oleh grup statistik akademik independen di St. Luke’s Mid America Heart Institute, Kansas, Amerika Serikat.