Gerah Lihat Pembangunan Smelter Freeport Baru Capai 6% Selama 4 Tahun, Ridwan: Kami di DPR Sudah Capek Yah! Mohon Maaf, Proyek Ini Kayak Jadi Permainan...

Oleh : Candra Mata | Minggu, 31 Januari 2021 - 12:41 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Anggota Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam mengusulkan agar sejumlah pembangunan smelter diambil alih atau dimiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Pasalnya, menjelang 4 tahun, progres pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, masih di kisaran 6 persen. Artinya memang pembangunan smelter ini sulit untuk direalisasikan.

"Kalau saya mengamati sejak Undang-Undang Minerba dibuat tahun 1999 dan sudah 2 kali dilakukan perubahan, maka terlihat (pembangunan) smelter ini sulit untuk direalisasikan oleh perusahaan penambang karena nilai investasi untuk pembangunannya sangat besar," sebut Ridwan melalui keterangannya tertulis yang dilansir redaksi Industry.co.id pada Minggu (31/1/2021) 

"Saya tanya perwakilan Freeport, (biayanya) kurang lebih Rp52 triliun. Sehingga saya sudah dua kali menyampaikan bahwa smelter ini harus dikerjakan atau dimiliki BUMN,” sambungnya.

Politisi F-Golkar ini menambahkan, nantinya smelter yang dimiliki BUMN ini akan menjadi holding, sehingga perusahaan-perusahaan penambang ini, hasil konsentratnya harus melewati smelter ini. 

Karena tempatnya di Gresik, hasil konsentrat tambangya bisa diambil dari Nusa Tenggara Barat, Papua, Maluku maupun Sulawesi.

"Kalau tidak, menurut saya ini UU Minerba yang mewajibkan penambang membangun smelter ini hanya jadi pemberi harapan palsu terus oleh pengusaha-pengusaha," ucapnya.

"Kami di DPR juga sudah capek yah, saya tiga kali meninjau tempat pembangunan smelter Freeport di Gresik, progresnya baru sekitar 6 persen, padahal sudah sekian tahun sejak (revisi) UU Minerba yang pertama. Mohon maaf, kondisi ini justru jadi permainan antar pejabat dengan pengusaha agar bisa diatur supaya tidak melanggar UU,” kritiknya lagi.

Ia menegaskan kalau proyek smelter freeport ini tidak ekonomis, sementara smelter itu harus tetap dibangun dalam rangka meningkatkan nilai tambah hasil tambang di Indonesia. 

“Karena kalau tidak ada smelter, hasil tambang berupa tanah itu diangkut saja keluar, isinya apa saja tidak tahu. Kalau sudah dimasukkan ke smelter, melalui beberapa proses maka sudah bisa diketahui ada emas, tembaga, dan lain-lain. Sehingga nilai jualnya bisa lebih tinggi,” pungkas Ridwan.

Untuk itu, Ridwan menyarankan sebaiknya pemerintah yang menyiapkan smelter, karena dengan nilai investasi yang besar, menurutnya tidak mungkin disiapkan oleh swasta. 

Untuk itu, ia meminta Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM untuk membahas hal ini dengan Komisi VII DPR RI, termasuk Kementerian BUMN untuk membuat BUMN pengolahan smelter. Bahkan menurut Ridwan, smelter milik Freeport turut diambil alih, karena 51 persen sahamnya sudah milik pemerintah.

“Ini saja dibesarkan dan anggarannya dimasukkan APBN atau dalam bentuk Penanaman Modal Negara (PMN) untuk bikin smelter. Jadi umpamanya BUMN sebagai holding jadi pemegang saham mayoritas 90 persen," ujarnya.

"Perusahaan swasta lainnya bisa 2 persen bagi yang punya tambang, dengan begini kan bisa. Artinya bahwa dia nambang tapi dia juga sudah punya (smelter), meskipun persentasinya tidak besar. Tapi kalau dia nambang, abis gitu bikin smelter yang begitu besar, mana mungkin,” tandas Ridwan.