Setop Korban Terus Berjatuhan! Pemerintah Didesak Serius Tangani KKB Papua, Sukamta DPR: Masih Terlalu Lunak, Terkesan Setengah Hati...

Oleh : Candra Mata | Selasa, 26 Januari 2021 - 17:56 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Anggota Komisi I DPR RI Sukamta meminta pemerintah serius menangani gangguan keamanan dan ketertiban (kamtibmas) di Papua yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB), agar tidak ada lagi warga sipil dan aparat TNI-Polri yang menjadi korban. 

Dirinya mengatakan korban berjatuhan dari pihak TNI saat ini masih terus terjadi, dan seakan dibiarkan.

"Kemudian masih di bulan ini ada satu lagi yang gugur. Ini menunjukkan intensitas gangguan kamtibmas yang masih tinggi di Papua. Semestinya ada upaya serius mengatasi hal ini supaya tidak ada lagi korban aparat TNI-POLRI dan juga warga sipil," kata Sukamta seperti dilansir redaksi Industry.co.id pada Selasa (26/1/2021).

Adapun korban dari TNI yang dimakudkan oleh Politisi PKS ini adalah dua prajurit dari Yonif R 400/BR yaitu Pratu Roy Vebrianto dan Pratu Dedi Hamdani yang dikabarkan tewas dalam baku tembak dengan KKB di Kabupaten Intan Jaya, Papua, Jumat (22/1) lalu. 

Atas itu, Ia menyoroti pendekatan pemerintah dalam mengatasi KKB yang dianggap terlalu lunak.

Sehingga menurutnya kelompok separatis KKB Papua masih leluasa bergerak melakukan serangan kepada aparat keamanan dan warga sipil.

"Selama ini penanganan KKB terkesan setengah hati apabila dibandingkan dengan Operasi Tinombala di Poso yang berhasil menumpas kelompok Santoso," ujarnya.

Dalam operasi di Poso tersebut sebut Sukamta, pemerintah mengerahkan satuan tempur yang punya reputasi andal seperti Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus secara bersamaan.

"Hal ini yang tidak terlihat dalam upaya tangani kelompok separatis di Papua. Dugaan saya pemerintah ragu-ragu dengan langkah lebih keras karena khawatir sorotan dunia internasional yang memandang masih adanya kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua," ujarnya.

Karena itu Sukamta menyarankan pemerintah melakukan langkah penyelesaian masalah di Papua secara komprehensif dengan membentuk kementerian atau badan khusus soal Papua.

Ia pun menilai kenaikan dana Otonomi Khusus sebesar 0,25 persen tidak akan berarti apa-apa jika pemerintah tidak melakukan evaluasi secara total terhadap pelaksanaan otsus dan berbagai langkah yang selama ini dilakukan.

"Alih-alih bisa selesaikan masalah, kenaikan anggaran bisa memperbesar peluang korupsi berjamaah. Pemerintah harus masuk pada akar masalah dan menyelesaikannya secara tuntas dan itu bisa dimulai dengan menata kelembagaan secara khusus untuk penanganan Papua," pungkasnya.