DR.Danggur Konradus: Hukum yang Melindungi Semua Mahluk Hidup Adalah Hukum yang Menjaga Kearifan Lokal

Oleh : kormen barus | Minggu, 29 November 2020 - 23:41 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta– Alumnus doktor Ilmu Hukum dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Danggur Konradus mengatakan, hukum bermanfaat bukan hanya untuk melindungi manusia, tetapi untuk semua mahluk hidup dan tetumbuhan.

Hal ini ditegaskan Danggur Konradus dalam acara syukuran raih doktornya setahun lalu di Undip Semarang di Jakarta, Jumat (27/11/2020).

Acara syukuran itu tersenggarakan kerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Forum Advokat Manggarai Raya (Famara), Jakarta. Danggur Konradus merupakan Ketua LBH Famara Jakarta.

“Kalau guru saya dan banyak orang yang kuliah hukum di ilmu di Indonesia yakni Prof. Satjipto Rahardjo dalam Teori Hukum Progresif-nya mengatakan hukum untuk  manusia bukan sebaliknya. Jadi hukum untuk semua  termasuk makluk hidup dan tumbuh-tumbuhan. Maka pendekatan mono interpretasi bersifat antropocentris terhadap sumber daya alam digeser manjadi pendekatan link Commune bersifat ekocentris dan biosentris didalam mengelola sumber daya alam,” kata dia.

Menurut Danggur, praktik hukum yang melindungi semua mahluk hidup dan tetumbuhan adalah manusia harus bisa menjaga keharmonisan hidup dengan sesama manusia, menjaga alam atau lingkungan hidup dengan tidak membunuh hewan di hutan, serta tidak menebang pohon sembarangan. “Termasuk di sini adalah manusia tidak boleh melakukan penambangan sumber daya alam secara membabi buta,” kata dia.

Seperti di Pulau berukuran kecil yang ada manusianya jangan sampai dilakukan penambangan. Seperti Pulau-Pulau di Nusa Tenggara Timur (NTT), kata dia, tidak bisa ditambang.

Menurut Danggur, hukum yang melindungi semua mahluk hidup dan tetumbuhan adalah hukum yang menjaga kearifan lokal (local wisdom). Seperti di Manggarai, kata dia, ada kearifan lokal yakni Mbaru Gendeng (rumah adat), Sumber Mata Air (Wae Bate Teku), dan Kebun (uma bate duat).

Di depan rumah adat, kata dia, ada tugu atau compang yakni pusat penghormatan kepada yang Kuasa (Tuhan). Demikian juga dekat mata air ada tugu sebagai tempat berdoa kepada Sang Kuasa. Demikian juga di kebun ada pusat kebun yang disebut lodok, yakni tempat doa bersama untuk meminta berkat dari Sang Kuasa. “Local wisdom seperti itu merupakan bentuk hukum adat melindungi alam dan manusia sendiri,” kata advokat kondang ini.