Rencana Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau Dinilai Mencekik, PP FSP RTMM-SPSI: Dimana Peran Pemerintah untuk Melindungi Rakyatnya?

Oleh : Hariyanto | Senin, 26 Oktober 2020 - 15:22 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Masifnya pemberitaan tentang rencana Pemerintah menaikan tarif Cukai Hasil Tembakau tahun 2021 sebesar 13 - 20 persen mengindikasikan bahwa permintaan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman — Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) tidak diperhatikan sama sekali.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto dalam keterangan resmi yang diterima INDUSTRY.co.id, Senin (26/10/2020).

Dalam pernyataanya, PP FSP RTMM-SPSI menyatakan telah melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang ditembuskan kepada Kepala Staf Kepresidenan RI, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Kementerian Ketenagakerjaan RI, Kementerian Keuangan RI, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Direktur Jenderal Bea Cukai.

"Isi pokok Surat kami tersebut adalah Memohon perlindungan atas hilangnya pekerjaan anggota kami yang bekerja di industri hasil tembakau, akibat pabrik yang tutup dikarenakan regulasi dan kebijakan yang tidak adil, sehingga pekerja/ buruh menjadi korbannya," kata Sudarto.

Sudarto menyampaikan kenaikan cukai tahun 2020 yang mencekik ditambah dengan mewabahnya pandemi COVID-19, telah membuat kondisi industri hasil tembakau (IHT) semakin tertekan dan tidak menentu. "Imbasnya adalah pada pekerja, anggota kami yang terlibat dalam sektor industri ini," ujar Sudarto

Sudarto menyebut, penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan dan tentu daya beli pekerja.

"Pertanyaannya, di manakah peran Pemerintah untuk melindungi rakyatnya, khususnya pekerja yang menggantungkan penghidupannya dari industri legal ini? Pemerintah butuh penerimaan cukai dan pajak hasil tembakau, akan tetapi pekerja juga butuh kelangsungan bekerja san penghidupan yang layak !!!," tegas Sudarto.

Sudarto mengatakan, IHT bukanlah ‘sapi perah’ bagi penerimaan negara tanpa ada stimulus yang signifikan untuk bisa bertahan walau alasan kesehatan selalu menjadi pertimbangan utama.

"Pengusaha IHT bisa menutup industrinya dan mengalihkan usahanya pada sektor lain tetapi bagaimana dengan pekerja dengan tingkat Pendidikan rendah dan keterampilan terbatas," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Sudarto, FSP RTMM-SPSI yang menaungi dan mewakili 148.693 pekerja industri hasil tembakau mendesak Pemerintah untuk mengambil kebijakan yang berimbang atas regulasi dan kenaikan cukai rokok di tahun depan, dengan memikirkan aspek-aspek tersebut.

Beberapa poin utama yang diajukan oleh PP FSP RTMM-SPSI adalah agar membatalkan rencana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan HJE pada tahun 2021, karena akan berdampak langsung kepada pekerja industri hasil tembakau.

Selain itu PP FSP RTMM-SPSI juga meminta Menteri Keuangan Republik Indonesia agar melibatkan kementerian terkait dalam mengambil kebijakan kenaikan HJE-Cukai tahun 2021, diantaranya Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, serta melibatkan pemangku kepentingan lainnya diantaranya industri hasil tembakau/ pengusaha, asosiasi industri hasil tembakau, pekerja/buruh dalam hal ini diwakili serikat pekerja FSP RTMM-SPSI, petani dan seluruh pihak terkait lainnya.

PP FSP RTMM-SPSI juga meminta pemerintah melindungi industri rokok kretek sebagai industri khas Indonesia dan padat karya, yang paling rentan terkena program efisiensi di IHT.

"Bila permintaan kami ini tidak diperhatikan sebagaimana juga tertuang dalam surat kami sebelumnya, maka dengan sangat terpaksa kami menggunakan hak mengemukakan pendapat dimuka umum dengan cara unjuk rasa nasional sesuai peraturan perundangan yang berlaku," pungkas Sudarto.