Pembelajaran Jarak Jauh Dinilai Bisa Berdampak Buruk Bagi Kesehatan Mental Anak

Oleh : Hariyanto | Jumat, 09 Oktober 2020 - 13:16 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menyoroti dampak negatif dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi dalam diskusi online Forum Diskusi Salemba bertemakan “Menjaga Kesehatan Mental Selama Pembelajaran Jarak Jauh”.  PJJ dinilai menjadi sebuah solusi yang membawa dampak munculnya permasalahan baru bagi kesehatan mental anak.

Ketua Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), M. Jibriel Avessina, menyoroti PJJ yang justru menimbulkan permasalahan bagi siswa, guru dan orang tua di tengah kondisi pandemi.

“Banyak yang harus diperbaiki dari sistem PJJ yang dijadikan solusi kegiatan belajar mengajar di tengah pandemi. PJJ memberikan tekanan yang berat bagi siswa belajar dengan tugas menumpuk yang diberikan oleh para guru, hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental mereka,” kata Jibriel dalam keteranganya yang dikutip INDUSTRY.co.id, Jumat (9/10/2020).

Jibriel menambahkan bahwa tekanan yang dihadapi para siswa tidak hanya datang dari sisi akademis namun juga dari sisi ekonomi. “Hingga saat ini, masih banyak siswa yang mengeluhkan sulit untuk mendapat akses internet karena tidak punya kuota atau tidak ada sinyal dan gadget. Ini jelas menjadi masalah,” tegasnya.

Sementara itu, Psikolog Klinis Indri Savitri menyebut PJJ memberi dampak tak hanya pada anak, tapi juga orang tua dan guru. Orang tua harus menggantikan peran guru dalam mengawasi proses belajar anak secara langsung.

Sementara, orang tua juga memiliki tantangan karena peran tersebut tidak sejalan dengan keterampilan yang dibutuhkan anak saat ini. Dampaknya terjadi pada interaksi orang tua dan anak selama pandemi menjadi kompleks.

Menurutnya, adaptasi terhadap PJJ menjadi hal yang mendasar. “Pandemi masih terus berlanjut dan kasus positif yang bertambah memaksa sekolah untuk terus menerapkan PJJ sampai Juni 2021. Perspektif kesehatan mental menjadi hal yang krusial dan perlu direalisasikan secara sistemik antara anak, orang tua, para guru, dan sekolah maupun komunitas untuk menjaga kesehatan mental anak serta pihak-pihak yang terkait,” jelas Indri.

Sementara itu, Konsultan Pendidikan Jasmin Jasin menyebut peranan orang tua penting untuk menjaga kesehatan mental anak selama PJJ. Salah satunya, orang tua harus membantu anak untuk menciptakan struktur dalam kehidupan mereka.

“Struktur ini akan menimbulkan rasa normal, seperti sehari-hari tetap perlu bangun pagi, mandi. Ketika tidak mandi, badan kita rasanya masih tidur dan beristirahat,” papar Jasmin.

Jasmin menambahkan orang tua dan sekolah perlu bermitra dalam proses pembelajaran anak. Orang tua perlu mendapatkan panduan dan orientasi terkait apa yang akan dilakukan selama satu semester.

Tak hanya orang tua, sekolah juga harus memperhatikan kesehatan mental dan kesiapan guru dalam mendidik. Guru juga perlu pendampingan dan pelibatan dalam pengambilan keputusan sekolah. ”Mereka masih manusia yang punya masalah mereka sendiri dan butuh support,” imbuhnya.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Kelompok Riset Kesmenkom, Sherly Saragih Turnip, mengingatkan pentingnya kesejahteraan psikologis anak dalam proses PJJ.

“Diperlukan kerja sama semua pihak untuk memastikan anak memiliki kesehatan mental yang baik, Perlu ada dukungan kesehatan mental dan psikososial dari orang dewasa. Dimulai dari lingkungan terdekat yaitu orang tua dan guru, pemegang kebijakan di bidang pendidikan, hingga nilai dan budaya pendidikan yang berlaku di masyarakat,” pungkasnya.