Di Tengah Duka Resesi, Asaki Tetap Tancap Gas Ekspor Keramik ke Sejumlah Negara Potensial

Oleh : Ridwan | Kamis, 24 September 2020 - 14:01 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Ekonomi Indonesia diprediksi akan masuk ke dalam jurang resesi dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) minus 1,7% - 0,6%. Kondisi ini tidak bisa terelakkan dan berlaku sama untuk hampir semua negara di dunia akibat pandemi Covid-19.

Namun, angka minus pertumbuhan perekonomian Indonesia tersebut masih tergolong lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara maju dan dan negara-negara tetangga di kawasan Asia.

Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) menilai pemerrintah telah mengambil langkah-langkah yang tepat melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mana salah satu tujuannya adalah membantu create demand atau konsumsi masyarakat.

"Kami sangat mengapresiasi langkah-langkah kebijakan pemerintah khususnya untuk industri keramik melalui stimulus harga gas US$ 6/MMBTU dan penetapan safeguard untuk produk impor dari India dan Vietnam dimana keduanya sudah memberikan impact positif bagi industri keramik," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto kepada Industry.co.id di Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Disisi lain, lanjut Edy, untuk mengantisipasi lemahnya daya beli di dalam negeri, Asaki akan lebih agresif menggarap pasar ekspor dengan didukungan harga gas yang lebih kompetitif.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penjualan ekspor keramik periode Januari - Juli 2020 meningkat 16% year on year (yoy) dari angka US$ 32,3 juta menjadi US$ 37,4 juta.

Peningkatan tersebut ditopang oleh kinerja sales bulan Juli 2020 yang melonjak tajam sekitar 2 kali lipat lebih dari angka US$ 4,5 juta menjadi US$ 10,1 juta dibandingkan periode bulan yang sama tahun 2019.

Adapun negara tujuan ekspor yang sedang bertumbuh antara lain, Filipina, Taiwan, USA, Thailand, dan Australia.

Oleh karena itu, Asaki berharap pemerintah dapat meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat disertai dengan kebijakan penguatan dan perlindungan industri terutama berkaitan dengan impor agar demand dalam negeri tidak dinikmati oleh produk impor.

Selain itu, terang Edy, Asaki juga telah meminta kepada Kementerian Perindustrian agar persyaratan pengajuan SNI impor diperketat dan mengajukan penetapan minimum import price seperti yang telah dilakukan negara Vietnam dan Filipina terhadap produk India dan Vietnam.

"Kita patut mengantisipasi produk impor keramik China karena negara tersebut lebih cepat dan sudah pulih dari pandemi covid-19. Selain itu, kita juga mewaspadai peningkatan produk impor India sebagai langkah pengalihan negara tujuan ekspor yang tadinya ke negara Teluk dan Eropa dibelokkan ke Indonesia karena sejak Juli lalu negara-negara tersebut menerapkan kebijakan anti dumping terhadap produk India," papar Edy.

Berdasarkan data yang dihimpun Asaki, angka impor periode Januari - Juli 2020 mengalami penurunan 11% year on year (yoy) dari US$ 144 juta menjadi US$ 124 juta.

"Namun, angka impor produk India tetap meningkat cukup tinggi yaitu 36%, sedangkan China turun 24% karena di awal tahun negara tersebut menerapkan lockdown," tutup Edy.