Parlemen Eropa Berencana Meninjau Langsung Perkebunan Sawit Indonesia

Oleh : Hariyanto | Selasa, 25 April 2017 - 10:56 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Anggota Parlemen Uni Eropa berencana meninjau langsung lokasi perkebunan sawit di Indonesia. Langkah tersebut merupakan respon Uni Eropa terhadap protes keras dari pemerintah Indonesia terhadap resolusi sawit Uni Eropa.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan mengatakan kunjungan anggota Parlemen Eropa tersebut akan dilakukan pada 20 mei mendatang.

"Kami dapat informasi, tapi memang masih informal, pada 20 Mei anggota parlemen Eropa mau datang ke Indonesia. Nanti kita pasti kawal betul dan kami akan berikan informasi mengenai produksi minyak nabati, tidak ada pengrusakan hutan, bahkan lebih ramah lingkungan dari pada kedelai," kata Oke di Jakarta, Senin (25/4/2017).

Oke menilai, rencana kunjungan anggota Parlemen Eropa merespons surat yang belum lama dilayangkan Kemendag. Disebutkannya, salah satu poin dalam surat tersebut, pihaknya dengan tegas menyampaikan keberatan dan menganggap resolusi sawit sebagai dokumen diskriminatif.

"Perlakuan diskriminatif dalam resolusi sawit antara lain terlihat dari cara mereka memberikan penilaian. Sawit di Indonesia dituduh dihasilkan berasal dari alih fungsi hutan (deforestasi), jika dilihat dari seluruh perkebunan dunia, kebun sawit luasnya hanya 20 juta hektare (ha), sementara minyak nabati lainnya ditanah di ratusan juta ha," paparnya.

Oke menambahkan, Parlemen Eropa tidak cermat mengeluarkan keputusan. Selain dasar pertimbangannya lemah, Eropa tidak menyadari produk sawit sangat dibutuhkan masyarakat dunia.

"Setiap tahun permintaan mengalami kenaikan. Jumlah penduduk terus bertambah maka kebutuhan sawit semakin tinggi dan permintaan dari Eropa sendiri, selama ini terus meningkat," ujarnya.

Menurut Oke, setidaknya 66.000 produk Eropa sangat bergantung pada sawit dan akan kerepotan memenuhi kebutuhan sawit jika pemerintah Indonesia menggalakkan penggunaan biodiesel 20% (B20) ke bahan bakar minyak (BBM) non subsidi. Karena, kebijakan itu membutuhkan 5 juta ton sawit, sementara ekspor ke Eropa hanya 4 juta ton.

"Pemerintah tidak khawatir dengan resolusi sawit karena Eropa bukan pasar terbesar Indonesia. Pemerintah protes bukan karena masalah ekspor, tetapi mereka membangun opini negatif," tutur Oke. (Hry/ Imq)