Gara-gara Kebijakan Tak Pro Industri, Sektor TPT Dalam Negeri Kalang Kabut

Oleh : Ridwan | Rabu, 26 Agustus 2020 - 17:15 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pandemi Covid-19, dimana pertumbuhannya terkoreksi sampai 2 (dua) digit di kuarta II/2020.

Hal tersebut disampaikan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF) Faisal Basri dalam acara webminar bertajuk Penyelamatan Industri TPT Nasional yang diselenggarakan oleh Indonesia Tekstil Institute (Indotex) di Jakarta, Rabu (26/8/2020).

Selain itu, tambah Faisal, sektor TPT juga masih harus menemui tantangan daya beli masyarakat yang melemah dan bergeser pada hal lain akibat kondisi pandemi ini.

"Kalau tidak ada perubahan kebijakan perdagagangan yang pro industri dalam negeri seperti yang dilakukan negara-negara lain, ya wassalam," katanya.

Peneliti Indotex, Redma Gita Wirawasta memaparkan kondisi industri TPT pasca PSBB yang kian parah dimana dari total 4,5 juta tenaga kerja langsung di 2019, saat ini yang masih bekerja hanya kurang dari 50%-nya saja.

Ia mengatakan bahwa pada dasarnya daya saing industri TPT saat ini hanya cukup untuk menjaga ekspor tapi tidak dapat mendorong pertumbuhan ekspor.

"Harusnya pasar domestik bisa kita kuasai, tapi justru dibanjiri impor karena kebijakan perdagangan yang pro produk impor," ungkap Redma.

Redma menganggap bahwa kebijakan relaksasi impor bahan baku yang terus dilakukan dengan revisi PERMENDAG 85 2015 menjadi PERMENDAG 64 2017 dan terakhir menjadi PERMENDAG 77 2019 adalah cerminan dari kebijakan yang pro impor.

"Kan sudah ada KB dan KITE yang cukup baik memberikan fasilitas kemudahan impor untuk mendorong ekspor, kenapa sampai keluar lagi kebijakan PLB dan Posh Border? Relaksasi impor berlebihan seperti ini sama sekali tidak mendorong ekspor justru menggerus pangsa pasar produk lokal dipasar domestik," jelasnya.

Sementara itu, Pengamat Pelabuhan yang juga Ketua Umum API DKI Jakarta Irwandi MA Rajabasa mengungkapkan bahwa kebijakan yang pro impor telah menjadi penyebab bergugurannya industri TPT nasional.

"Ditambah dengan praktik importasi illegal dengan modus impor borongan, under invoice, transhipment dan lain sebagainya, kian menekan industri TPT nasional," jelasnya.

Irwandi meminta pengawasan yang dilakukan oleh Bea Cukai bisa lebih baik lagi. "Ya, harus lebih baik lagi pengawasannya," ungkapnya.

Disisi lain, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Benny Soetrisno mengingatkan kembali akan peran penting sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam perekonomian nasional.

"Industri TPT sebagai penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa sehingga sektor ini masih menjadi andalan pemerintah disektor manufaktur," tutupnya.