Petani Kena Pajak PPN yang Beromzet Rp4,8 Miliar

Oleh : Wiyanto | Kamis, 06 Agustus 2020 - 18:49 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Kacaribu mengatakan kontribusi sektor pertanian sangat besar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, rata-rata sebesar 13%. Namun, kontribusi pajak sektor pertanian relatif sangat kecil.

"Kontribusi sektor pertanian sangat besar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, rata-rata sebesar 13%. (Namun) sektor pertanian relatif sangat kecil pada kontribusi pajak. Dalam konteks beban penerimaan pajak, kita ingin ada proporsionality. Bahwa ada sektor yang menghasilkan besar, harusnya juga menghasilkan kontribusi pajak yang sebanding," jelasnya pada Media briefing virtual tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Produk Pertanian Tertentu pada Kamis, (06/08) di Jakarta.

Oleh karena itu, pemerintah ingin memberi kepastian hukum dengan PMK 89/PMK.010/2020 karena dahulu PPN sempat dibatalkan oleh Mahkamah Agung atas gugatan KADIN terkait Tandan Buah Segar (putusan MA 70 P/HUM/2013, kemudian PP 81/2015 yang mengganti PP 31 Tahun 2007 terkait bidang peternakan dan perikanan tetap diberikan PPN dibebaskan, serta PP 12 Tahun 2001 terkait PPN Dibebaskan di bidang usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan, penangkapan, penangkaran, perikanan baik penangkapan maupun budidaya.

"Ketidakpastian hukum yang ingin kita address dengan mengeluarkan PMK 89. Bagaimana kita mau memberikan kepastian hukum yang jelas supaya pelaku bisnisnya atau pelaku usahanya yang masuk kategori Wajib Pajaknya petani besar, yang memiliki omzet Rp4,8 miliar ke atas pertahun, bukan petani kecil," jelasnya.

Sekarang, dengan PMK 89/PMK.010/2020 produk pertanian, perkebunan, dan kehutanan terutang PPN. Kemudian tidak dapat diberikan lagi fasilitas pembebasan PPN akibat dibatalkan MA, dan mekanisme DPP nilai lain dikenai PPN dengan tarif efektif 1%.

Adapun Barang Hasil Pertanian yang termasuk dalam lingkup aturan PMK 89 adalah produk pertanian seperti holtikultura yang terdiri dari buah-buahan (non Barang kena Pajak (BKP), kebutuhan pokok) sayur-sayuran (non BKP, kebutuhan pokok), tanaman hias dan obat (BKP), tanaman pangan (non BKP, kebutuhan pokok) seperti padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, beras dan gabah.

Kemudian produk perkebunan seperti kakao, kopi, aren, jambu mete, lada, pala, cengkeh, karet, teh, tembakau, tebu, kapas, kapuk, kayu manis, kina, vanili, nilam, jarak pagar, sereh, atsiri, kelapa, tanaman perkebunan dan sejenisnya (produk perkebunan semua BKP).

Selanjutnya, produk kehutanan dalam dua kategori yaitu Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu. Hasil Hutan Kayu seperti Kayu Bulat besar/kecil, Kayu Bulat Sawut, kayu Bulat Karet, Kayu Bulat kering. Untuk Hasil Hutan Bukan Kayu seperti Rotan Asalan, rotan bundar WS, Gubal Gaharu dan Kamedangan, Kopal damar, Biji Kemiri kering/daging biji kering, biji Tengkawang (Hasil Hutan semuanya BKP).