Direktur Core Indonesia: Kondisi Ekonomi Global Semakin Buruk

Oleh : kormen barus | Jumat, 24 Juli 2020 - 06:42 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta-Menurut Direktur CORE Indonesia, Mohammad Faisal, kondisi ekonomi global semakin buruk karena kasus baru Covid-19 terus meningkat. Proses pemulihan bergantung kebijakan masing-masing negara dan perbaikannya harus secara meluas.

“ Selain itu, pemulihan ekonomi juga dipengaruhi oleh pemilu AS. Harga komoditas juga sudah mengalami rebound, sehingga membantu ekspor Indonesia,”ujarnya.

Menurutnya, kontraksi ekonomi terjadi pada kuartal kedua dan ketiga, meskipun terjadi New Normal, sehingga berpeluang besar terjadi resesi, atau pertama sejak krisis 1998.

Pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran -1,5%, dengan asumsi puncak pandemi pada kuartal ketiga dan pemerintah tidak memberlakukan PSBB. Namun kata Faisal,  jika kasus masih meningkat pada kuartal ketiga dan keempat maka potensi pertumbuhan bisa -3%.

Dia mengatakan, konsumsi swasta yang menjadi penyumbang PDB, mengalami demand shock. Hal ini terlihat pada (salah satu indicator konsumsi swasta) Indeks Penjualan Riil yang pertumbuhannya mencapai -20% pada Mei. Dengan New Normal, pertumbuhannya diprediksi sedikit membaik di kisaran -14% pada bulan Juni. “ Pandemi mengakibatkan kontraksi konsumsi rumah tangga (demand shock) dan pelemahan daya beli khususnya golongan menengah ke bawah.,”ujarnya.

Menurut Faisal, konsumsi swasta bisa dibantu dengan memperbaiki belanja jaring pengaman sosial, yang sayangnya saat ini realisasinya masih di bawah 40%. Sementara surplus ekspor akan meningkat akibat impor kembali naik sejalan dengan membaiknya konsumsi domestik akibat New Normal pada kuartal ketiga dan keempat. Dengan demikian, sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi.

Tantangan ke depan kata Faisal adalah, bagaimana sisi produksi bisa berjalan ketika demand mengalami penurunan. Hal ini sangat krusial, jika berkepanjangan (pandemi Covid-19), akan menekan pertumbuhan ekonomi, bukan hanya tahun ini tetapi juga beberapa tahun ke depan. Ini menjadi tantangan tim pemulihan ekonomi pemerintah.

“Yang menjadi PR bagi komite penangan Covid-19 adalah menjawab tantangan new normal, bagaimana ekonomi dan kesehatan bisa berjalan seiring. Ketika dibuka, ekonomi mulai berkurang tekanannya, tetapi kasus covid-19 terus naik. Nah ini PR-nya,” tandasnya.

Menurut Faisal persoalan Tim Komite Pemulihan Ekonomi dan Penanganan Covid-19 adalah dalam masalah implementasi. Program-program sudah banyak seperti Bansos dan Kartu Pra Kerja. Perlu terobosan untuk membangkitkan demand adalah mendorong kenaikan belanja barang oleh pemerintah, termasuk kepada UMKM.

“Masalahnya sekarang adalah di demand shock. Sehingga upaya-upaya out of the box untuk mendorong pemulihan demand harus dilakukan. Yang belum kita lakukan tetapi sudah dilakukan oleh negara-negara lain adalah dari sisi belanja pemerintah (procurement), terutama untuk membantu UMKM,” ujarnya.

Menurutnya, surplus terjadi bukan karena ekspornya membaik, tetapi impornya yang turun lebih dalam. “Ke depan, saya prediksikan surplus akan menyempit pada paruh kedua 2020 sejalan dengan pemberlakuaknnew normal yang mendorong aktivitas ekonomi domestik, dan mendorong impor,”cetus Faisal.