Ketum MUI Jatim Drs. KH. Abdusshomad Buchori: Jangan Biarkan Rakyat Kehilangan Kepercayaan

Oleh : Hariyanto | Kamis, 16 Juli 2020 - 10:27 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Selain silaturahmi “Safari Digital”, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) juga berkesempatan bertemu dengan Drs. KH. Abdusshomad Buchori, Ketua Umum (Ketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jatim, yang menjadi ruang diskusi cukup menarik.

Berada di ruang tamu kediaman Kiai Abdusshomad, Ia mengutarakan gejolak kekhawatiran kepada Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), bila pemerintah lamban dalam mensikapi berbagai situasi, termasuk potensi terjadinya gesekan social di tengah situasi ekonomi meredup, akibat Wabah COVID-19.

Ketika ditanya SMSI tentang resep hidup sehat di usianya yang sudah menginjak ke 77 tahun, Kiai Abdusshomad Buchori (ASB) mengungkapkan bahwa tak ada yang khusus. Menurutnya, sebagai orang tua, dirinya harus bisa menjadi contoh yang baik.

"Hidup teratur dan aktifitas sehari-hari tetap dinamis. Apalagi, masih mendapat kepercayaan memimpin MUI Jawa Timur yang ketiga kali, karena hasil formatur masih memberikan amanah kepada saya. Sebetulnya, saya sendiri sudah menyerahkan ke forum. Inilah bagian dari tantangan dan pengabdian," kata Kiai Abdusshomad dikutip dari keterangan pers SMSI yang diterima INDUSTRY.co.id, Kamis (16/7/2020).

Ditanya mengenai peran MUI Jatim, Kiai Abdusshomad mengungkapkan bahwa MUI jatim harus jeli, teliti, tegas dan jernih dalam mengambil sikap menghadapi berbagai masalah dilapangan. Lebih lanjut, dia mengatakan, MUI harus bisa memberikan contoh dan solusi bukan hanya bisa berpendapat saja.

"Alhamdulillah, dukungan pengurus MUI Jatim, khususnya pak Ainul Yaqin sebagai Sekretaris Umum, sangat membantu dalam pengembangan organisasi MUI. Mensikapi berbagai persoalan dan permasalahan di lapangan, MUI harus jeli, teliti, tegas, dan jernih dalam mengambil sikap. Artinya, ulama sebagai pewaris para nabi (warostatul anbiya) dan pelayan umat (khadimul ummah), penerus misi yang diemban Rasulullah SAW harus bisa memberikan tanggapan dan jawaban yang kongkrit. Jadi, bukan sekedar berhujjah (berpendapat), tapi bisa memberikan contoh dan solusi," katanya.

Kiai Abdusshomad mengungkapkan sejak MUI berdiri pada 26 Juli tahun 1975, ulama harus memahami kesejarahan, baik masa lampau, penjajahan, pergerakan, pra kemerdekaan, era merdeka hingga sekarang tetap dalam bingkai kehidupan kebangsaan dengan mengembangkan potensi melalui ikhtiar kebajikan sehingga terwujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan meraih ridloNya.

"Sikap saliang memahami, menghormati dalam keberagaman harus tetap mengedepankan persaudaraan (ukhuwah), saling tolong menolong, ta’awun, dan tolerasni (tasamuh). Saya baik dengan umaro, Gubernur, Kapolda, Pangdam dan pejabat terkait ketika berkomunikasi selalu saya sampaikan pentingnya, menjaga keutuhan, kebersamaan. Jangan sampai kepercayaan rakyat memudar," ungkapnya.

Dia mengatakan, jika situasi saat ini belum mampu dikendalikan, maka kewajiban MUI untuk mengingatkan. Ia mengatakan, MUI sangat tidak menginginkan masyarakat Indonesia terutama umat Islam kehilangan kepercayaannya kepada penyelenggara negara ini.

"Karena sudah  beberapa kali masyarakat tercederai dengan disahkannya Peraturan Perudang-Undangan yang kontroversial, seperti UU KPK, UU No. 2 tahun 2020 tentang  Pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU, dan UU Minerba yang baru. Jadi, jangan biarkan rakyat kehilangan kepercayaan," ungkapnya.

Ditanya tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sempat membuat gaduh, menurut Kiai Abdusshomad, tidak hanya RUU HIP yang MUI soroti. Ketika kondisi pandemic COVID-19 belum ada tenada-tanda reda, banyak perusahaan melakukan PHK. Tiba-tiba ada kebijakan mendatangkan 500 tenaga asing Sulawesi Tenggara.

"Kami tentu ikut berteriak. Bahwa itu, sangat tidak berkeadilan, apalagi pemerintah setempat dan tokoh masyarakat serta ulama menolak. Inilah, bagian dari riak-riak yang harus diwaspadai. Sekali lagi, jangan malah MUI yang menyampai aspirasi rakyat dianggap sebagai pemicu. Contoh nyata, ikhtiar dalam mengatasi COVID-19, mengapa mall, plaza, pasar dibuka, sementara tempat ibadah masjid ditutup. Apa ada cluster dari masjid? Kenyataannya, pemerintah sedikit abai," katanya.

Menurutnya, MUI Jatim selain menyampaikan pernyataan juga disertai fakta di lapangan. "Jadi, saya setuju memakai masker, cuci tangan, fisical distancing, social distancing, tapi berdoa juga perlu, yaitu di tempat ibadah," lanjut Kiai Abdusshomad.

Dia mengungkapkan bahwa MUI bersifat keagamaan, kemasyarakatan dan independen. Maka, solusi untuk mengatasi problem yang ada, pemerintah harus berani bersikap. Artinya, dalam menyerap aspirasi untuk produk UU atau kebijakan, tidak cukup hanya mendengar segilintir orang, ajak diskusi dan musyawarah para ahli di bidangnya.

"MUI sendiri, sebagai wadah ulama, zuama dan cendekiawan punya kewajiban menyampaikan amal ma’ruf nahi munkar, dan menyampaikan fatwa demi kebaikan bersama. Saya yakin, kalau mengendepankan kesejahteraan umat akan tercetak masyarakat berkualitas (khaira ummah). Bila, akhlak masyarakat sudah baik, tidak ada kesulitan mewujudkan Negara yang aman, damai, adil, dan makmur jasmani-rohani sehingga Negara Indonesia menjadi Negara yang baldatun thoyyibatun warobbun ghafur," pungkasnya.