6,4 Juta Orang Telah di PHK, KADIN: Akan terus Bertambah, Perusahaan Kapasitas Bayar Sangat Terbatas

Oleh : Candra Mata | Jumat, 26 Juni 2020 - 18:40 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani mencatat hingga bulan Mei 2020 jumlah karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah mencapai 6,4 juta orang. 

Ia pun memastikan data PHK tersebut akan terus bertambah lantaran tidak kunjung berakhirnya pandemi Covid-19 yang terus berakibat menggerus ekonomi dan dunia usaha. 

“Data yang kami terima itu, terdiri dari sejumlah pelaku usaha yang ada ditanah air. Mulai dari Asosiasi Transportasi Organisasi Angkutan Darat atau Organda sebanyak 1,4 juta orang, Asosiasi Pertekstilan Indonesia sebanyak 2,1 juta orang, dan perhotelan sebanyak 430 ribu orang,” ucap Rosan dalam Vidoe Confrence dengan IDX, Jumat (26/6).

Terkait adanya kebijakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Rosan menyebut hal tersebut belum serta merta membuat iklim usaha langsung bertumbuh.

Pasalnya, penerapan protokol kesehatan dengan jumlah karyawan yang masih dibatasi membuat produktifitas perusahaan belum maksimal.

Selain produksi yang masih rendah, yang juga mempengaruhi pemulihan adalah kemampuan daya beli masyarakat yang masih rendah atau terbatas di masa pandemi ini. 

Daya beli rendah tersebut yang juga menjadi pemicu banyaknya perusahaan tidak lagi memiliki kemampuan untuk produksi dan berdampak kepada para pekerja yang kehilangan pekerjaannya. 

“Yang di PHK itu 10%, dan yang dirumahkan itu 90%. Karena kita (pengusaha) sudah tidak memiliki kapasitas untuk membayar pesangon lagi. Saya contohkan, Asosiasi Satpam pada April lalu juga diberhentikan 10%, tapi sampai Mei sudah 60% yang dirumahkan,” tegasnya. 

Jadi, ditambahkan Roslan, banyak pekerja juga memiliki keterbatasan atau kemampuan pendidikan dan skill yang terbatas dan ini menyebabkan PHK menjadi sangat besar. 

“Dari pendidikan, terpantau relatif rendah, dan penghasilan LBH rendah sangat inline,” jelasnya.

Rosan mengakui dunia usaha untuk dapat kembali ke normal masih sangat jauh karena produktifitas yang menurun akibat berbagai protokol dan pembatasan serta biaya LBH yang tinggi. 

"Seperti protokol ini protokol itu, sementara disisi lain pendapatan masyarakat menurun karena produktifitasnya juga turun dan dunia usaha juga lemah saat ini,” pungkasnya.