Terkait Tema Diskusi 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan,' Ini Klarifikasi Constitutional Law Society

Oleh : kormen barus | Jumat, 29 Mei 2020 - 08:01 WIB

INDUSTRY.co.id, Sleman - Presiden Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum (FH) UGM Aditya Halimawan mengklarifikasi terkait diskusi yang mengangkat tema 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan'.

Diskusi yang digelar oleh Constitutional Law Society tersebut akan digelar pada Jumat 29 Mei 2020 secara daring atau online.

"Kami ingin meluruskan terkait berita tidak benar yang beredar diberbagai sosial media soal gerakan makar. Kami meminta maaf terkait penggunaan frasa yang sebelumnya berjudul 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan'. Dalam judul tersebut ada frasa 'pemecatan' yang lebih baik diganti 'pemberhentian'," katanya Kamis (28/5/2020), seperti melansir TRIBUNJOGJA.COM,.

Terkait substansi diskusi yang akan dibahas mengenai mekanisme pemberhentian Presiden dan atau wakil Presiden, sejarah dan perjalanan pemakzulan Presiden dan atau Wakil presiden, dan penyampaian kepada publik bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden hanya dapat dilakukan pemberhentian karena hukum, bukan seperti dahulu yang merupakan keputusan politik murni.

Ditegaskan olehnya, bahwasanya diskusi tersebut bukanlah merupakan gerakan makar karena diskusi tersebut hanya membahas secara akademis.

"Kami tidak mengerti darimana tindakan makarnya, mungkin pendapat tersebut salah memaknai judul diskusi kami. Padahal kami ingin meluruskan pandangan masyarakat soal penurunan presiden," kata dia.

Pihaknya juga meminta maaf apabila judul diskusi tersebut memberikan tafsir yang berimplikasi pada stigma negatif pihak-pihak tertentu terkait gerakan makar.

"Sekali lagi, tidak ada sedikitpun kehendak kami untuk melakukan hal tersebut dan memperkeruh kondisi politik dan pemerintahan saat ini. Diskusi kami memberikan tafsir yang juga berimplikasi pada stigma negative pihak-pihak tertentu yaitu terkait gerakan makar," ungkapnya.

Ia mengatakan tujuan dari diskusi tersebut agar masyarkat memahami bahwa dalam sistem pemerintahan tidak bisa sembarangan untuk mengatakan penurunan terhadap presiden dan atau wakil presiden.

Sehingga maksud dari diskusi tersebut yakni untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa pemberhentian presiden itu diatur oleh hukum, tidak serta merta diturunkan atas hanya alasan politis.

 

"Singkatnya hanya untuk mencerdasan publik, bahwa kita tidak bisa sembarangan untuk memberhentikan presiden. Karena dijudul tersebut telah jelas juga bahwa 'Ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan' yang otomatis dilihat aturan dasarnya," jelasnya.

Aditya mengungkapkan kegiatan diskusi tersebut diadakan oleh CLS yang merupakan Komunitas Hukum Tata Negara dan dijalankan oleh mahasiswa Fakultas FH UGM.

Komunitas tersebut, kata dia, tidak digerakan oleh pihak kampus ataupun Fakultas Hukum UGM.

"Diskusi diadakan oleh mahasiswa. Bukan dari Fakultas Hukum UGM," tegasnya.

Secara terpisah, Kepala Humas dan Protokol UGM, Iva Ariani menegaskan, diskusi tersebut bukan acara resmi dari Fakultas Hukum UGM maupun dari UGM. "Itu bukan acara resmi dari Fakultas Hukum maupun UGM," ungkapnya. (TRIBUNJOGJA.COM)