Asaki Desak PGN Segera Lakukan Perubahan Perjanjian Jual Beli Gas

Oleh : Ridwan | Jumat, 01 Mei 2020 - 14:05 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) meminta kepada PT Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk melakukan perubahan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) berkaitan dengan penurunan harga gas untuk industri.

Seperti diketahui, pemerintah telah resmi menurunkan harga gas untuk industri pada awal April 2020 menjadi USD 6 per MMBTU sesuai Permen ESDM No.8 tahun 2018 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

"Kami tentunya sangat berharap dalam waktu dekat PGN bisa segera mengakomodir perubahan PJBG tersebut dan menjalankan isi Permen ESDM No. 8 tahun 2020," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto kepada Industry.co.id di Jakarta, Jumat (1/5/2020).

Dijelaskan Edy, pihaknya menyakini penurunan harga gas akan sangat membantu menyelamatkan, serta mempercepat pemulihan industri keramik nasional di masa pandemi Covid-19.

Berdasarkan data yang dihimpun Asaki, hingga saat ini utilisasi kapasitas produksi keramik nasional berada di bawah 40% akibat pandemi Covid-19.

"Angka ini menjadi yang paling terendah dalam sejarah," terang Edy.

Selain itu, papar Edy, hingga saat ini sudah lebih dari 10.000 karyawan dengan sangat terpaksa harus dirumahkan sejal awal April lalu. "Diperkirakan sampai dengan bulan Mei 2020 bisa lebih dari 15.000 karyawan yang akan dirumahkan," ungkapnya.

Disisi lain, Asaki juga sangat mendukung usulan stimulus untuk industri dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dimana pembayaran gas industri menggunakan kurs tengah USD yang dipatok dikisaran Rp14.000, agar penurunan harga gas bisa berjalan optimal untuk peningkatan daya saing industri.

Lebih lanjut, Edy mengungkapkan, pihaknya sangat mendukung pengajuan stimulus pemberian diskon pemakaian listrik oleh Kemenperin, dimana semua industri keramik selama ini memang berproduksi 24 jam sehari (nonstop).

Menurut Edy, saat ini diskon tarif PLN untuk pemakaian listrik di jam tertentu yaitu waktu beban puncak 2 (WBP2) mulai pukul 23.00-06.00 tidak terlalu memberikan dampak positif.

Pasalnya, terang Edy, diskon tarif WBP2 hanya dihitung dari selisih kenaikan pemakaian listrik di WBP2, sedangkan dari awal sebelum kebijakan diskon tarif di WBP2 dijalankan semua industri keramik sudah beroperasi 24 jam.

"Kami mengharapkan insentif berupa diskon tarif WBP2 secara penuh dari total pemakaian saat WBP2, karena akan membantu meningkatkan daya saing industri keramik dimana komponen biaya listrik rata-rata berkisar 8-10% dari totak biaya produksi," tutup Edy.