Panik Vs Covid 19

Oleh : Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto | Kamis, 23 April 2020 - 12:33 WIB

INDUSTRY.co.id - Jika ditanya, mana yang lebih berbahaya antara panik dan Covid 19? Tentu dengan segera kita akan menjawab bahwa Covid 19 jauh lebih berbahaya karena sangat mematikan dan tidak pandang bulu siapa saja bisa jadi korbannya. 

Mulai dari Tukang ojek, Ibu Rumah Tangga, Dokter, Menteri, Perdana Menteri, bahkan para pangeran kerajaan juga terbukti tidak terhindar dari ganasnya virus Corona ini.

Namun, media CCN melaporkan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan oleh sekelompok peneliti di Imperial College London melaporkan bahwa krisis keuangan global sepanjang tahun 2008 sampai tahun 2010 telah menyebabkan 500.000 orang meninggal karena kanker. 

Mereka menemukan bahwa terdapat korelasi positif antara pengangguran yang disebabkan krisis keuangan terhadap kematian oleh kanker.

Masih menurut CCN, tahun 2014, sekelompok peneliti di Oxford University menemukan bahwa resesi ekonomi di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa telah menyebabkan lebih dari 100.000 orang meninggal.

Jadi, jika corona telah membunuh 178,550 orang sedangkan menurut dua laporan di atas, kepanikan dan resesi membunuh lebih dari 510,000 manusia.

Tulisan ini tidak bermaksud meremehkan kedahsyatan virus Corona, namun lebih menekankan bahwa kepanikan yang berlebihan akan membawa implikasi panjang yang akan membawa dunia masuk ke resesi ekonomi, yaitu jika dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonominya minus. 

Mari kita ambil contoh beberapa kasus, yaitu Ibu Yulie yang meninggal dunia di Serang karena dua hari berturut-turut tidak makan. 

Suaminya yang merupakan pemulung tidak kuasa membelikan makanan sehingga mengakibatkan Bu Yulie harus meninggal dunia.

Dari Jerman dilaporkan Thomas Schaefer, Menteri Keuangan Negara Bagian Hesse Jerman dilaporkan bunuh diri karena merasa frustasi tidak mampu menangani penyebaran virus corona ini. 

Dari Timur Tengah, Krisis ekonomi di Libanon yang diwarnai pemogokan dan unjuk rasa selama 50 hari telah  memakan korban jiwa dengan cara yang mengenaskan. Tiga warga memilih bunuh diri karena krisis ekonomi tersebut.

Contoh diatas masih dapat dilengkapi dengan banyak contoh lainnya. Namun yang perlu dicatat adalah bahwa krisis ekonomi akan membawa dampak yang tidak kalah mengerikan dibandingkan Covid 19 ini.

Lalu, pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan?

Sebagai pelaku usaha yang memiliki karyawan, marilah kita berusaha semampunya untuk tidak merumahkan tanpa gaji apalagi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan. 

Di masa sulit seperti ini, saling tolong menolong sudah seharusnya. Apalagi, dengan karyawan yang mungkin di masa-masa normal sudah banyak membantu dan mendatangkan keuntungan bagi kita. 

Marilah sebisa mungkin kita melakukan penghematan di tempat lain dan tidak melakukan PHK sehingga roda perekonomian masih terus bergulir walaupun kecepatannya lambat. 

PHK yang dilakukan akan memperburuk situasi ekonomi dan dapat menciptakan efek kepanikan yang berkepanjangan. 

Pemerintah juga perlu menggelontorkan lebih banyak stimulus dan bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang terkena dampak covid 19 ini baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Stimulus 405 Triliun tentunya masih jauh dari cukup untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. 

Hal-hal lain yang bisa membantu langsung masyarakat perlu terus diberdayakan. Sebagai contoh, dengan harga minyak dunia acuan Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Mei 2020 sempat terkontraksi hingga -37,91 dollar AS per barrel, level terendah sepanjang masa seharusnya mampu diikuti oleh Pertamina untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. 

Bahkan Gubernur BI Perry Warjiyo dengan gamblang sudah mengatakan bahwa turunnya harga minyak dunia membawa dampak positif bagi Indonesia mengingat kita adalah Negara importir minyak. 

Penurunan harga BBM tentunya akan meringankan beban masyarakat di tengah pandemi ini.

Masyarakat kelas menengah keatas, jika ada kemampuan, sebaiknya harus membantu mereka yang terdampak. 

Hal ini sebenarnya sudah dilakukan, mulai dari perumahan yang memberikan makanan yang digantung di pintu rumah dimana siapa saja yang membutuhkan boleh mengambil seperlunya.

Demikian juga sudah mulai banyak kegiatan sosial yang memberikan bantuan berupa sembako ataupun makanan jadi untuk masyarakat yang terkena dampaknya. 

Bantuan ini sekecil apapun akan membangkitkan perekonomian dan mengurangi penderitaan korban ekonomi dari virus corona ini. 

Jika masyarakat kelas menengah atas egois dan tidak mau perduli, maka dampak covid ini akan semakin masif. 

Apalagi jika ditambah dengan kepanikan berlebihan dimana semua menyimpan hartanya dan tidak mau berbagi, maka efek Covid 19 ini akan semakin mengerikan karena tidak hanya dari sisi kesehatan namun juga akan menghantam ekonomi kita.

Berikutnya adalah kita semua tidak perlu panik berlebihan, karena pandemi ini akan segera berakhir. Beberapa Negara seperti Jerman, China, Amerika Serikat dan banyak Negara lainnya sudah mencoba vaksin ke manusia dan seharusnya tidak lama lagi akan tersedia vaksin untuk semuanya. 

Data dari beberapa Negara yang merupakan episentrum seperti China, Amerika, Spanyol dan Italia juga sudah menunjukkan tren yang menurun bahkan landai. Kepanikan yang berlebihan hanya akan mendorong kita untuk bertindak tidak rasional dan bisa menjadi penyesalan di kemudian hari.

Penulis adalah Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto, Rektor President University