Pelaku Industri Tepung Terigu Mulai Pusing Hadapi Covid-19 & Nilai Tukar Rupiah

Oleh : Ridwan | Kamis, 09 April 2020 - 10:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pelaku industri tepung terigu mulai terbebani pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS), yang dipicu pandemi korona. Pasalnya, industri terigu dalam negeri masih mengandalkan bahan baku impor.

Mengacu kurs tengah Bank Indonesia (BI) tanggal (6/4), rupiah bertengger di posisi Rp 16.245 per dollar AS, menguat 1% dibandingkan posisi sehari sebelumnya di level Rp 16.410 per dollar AS.

Sementara itu, rupiah di pasar spot berada di posisi Rp 16.205 per dollar AS, melemah tipis 0,03% dari sehari sebelumnya yang sebesar Rp 16.200 per dollar AS.

Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), Franciscus Welirang mengatakan, porsi biaya pembelian bahan baku gandum berkontribusi sekitar 80% dalam total biaya produksi tepung terigu Bogasari, anak usaha Grup Indofood. Sementara, kebutuhan atas pasokan gandum sepenuhnya diperoleh dari impor.

Tak pelak, pelemahan nilai tukar rupiah diperkirakan akan mengerek biaya produksi tepung terigu divisi Bogasari. Meski begitu, pria yang akrab disapa Franky ini mengungkapkan bahwa Bogasari belum berencana menaikkan harga jual tepung terigu yang mereka produksi.

Saat ini, Bogasari masih memiliki stok ketersediaan bahan baku gandum yang diperkirakan mampu menunjang kegiatan produksi tepung terigu hingga Lebaran atau pada bulan Mei mendatang. Belum ada keputusan [bisnis] sampai saat ini, program kemanusiaan lebih penting, ungkap Franky dilansir KONTAN (6/4/2020) kemarin.

Sementara Direktur Sales & Marketing PT Bungasari Flour Mills Indonesia, Budianto Wijaya menyebutkan, Bungasari akan tetap melakukan pembelian bahan baku gandum secara impor di tengah pelemahan rupiah, meski harus merogoh dana tambahan.

"Kami tidak akan menahan pembelian bahan baku gandum karena pasar tetap membutuhkan tepung terigu," katanya.

Untuk melakukan penyesuaian terhadap biaya pembelian bahan baku yang meningkat akibat pelemahan rupiah, manajemen Bungasari melakukan penyesuaian harga dengan menaikkan harga jual produk.

Budianto menjelaskan, langkah ini telah diambil oleh Bungasari sejak akhir Maret 2020 lalu, dengan variasi kenaikan harga jual berkisar 5% hingga 10% dari harga normal. Adapun harga jual produk akan terus dinaikkan secara perlahan-lahan disesuaikan dengan tren pergerakan nilai tukar rupiah.

Namun, penjualan tepung terigu Bungasari di kuartal kedua tahun ini juga terancam menurun seiring gangguan bisnis akibat wabah korona. Budianto memperkirakan penjualan tepung terigu Bungasari di kuartal kedua berpotensi menurun sekitar 15%-20% secara kuartalan dibandingkan penjualan pada kuartal I 2020.

Hal ini berbeda dengan tren pada tahun-tahun sebelumnya. Sebab, biasanya perbandingan realisasi penjualan tepung terigu di kuartal pertama dan kuartal kedua menunjukkan proporsi yang kurang lebih seimbang.

Proyeksi penurunan permintaan di kuartal kedua mengacu pada tren penurunan permintaan tepung terigu Bungasari sekitar 15%-20% di akhir Maret lalu. "Hal ini terjadi seiring menurunnya kegiatan produksi sejumlah produsen makanan yang selama ini menjadi pelanggan Bungasari akibat korona," ujar dia.

Maklum saja, sekitar 95% penjualan tepung terigu Bungasari menyasar produsen makanan baik di skala UKM maupun perusahaan besar. Sementara sebanyak 5% sisanya membidik segmen ritel. Karena pasar sebagian tutup, mal tutup dan orang-orang mengurangi intensitas keluar rumah, jelas Budianto.

Menyikapi kondisi ini, Bungasari akan terus berupaya menjaga kontinuitas dan kualitas pasokan untuk mempertahankan kinerja penjualan. Budianto pun optimistis penurunan permintaan tidak akan menggerus terlalu dalam untuk realisasi penjualan di semester I 2020.