AAJI Minta OJK Izinkan Penjualan PAYDI Tanpa Pertemuan Langsung

Oleh : Hariyanto | Minggu, 05 April 2020 - 19:33 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan relaksasi kepada perusahaan asuransi jiwa yang memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) untuk dapat memanfaatkan teknologi dalam penjualannya di tengah wabah COVID-19.

"Penjualan PAYDI yang dilakukan melalui pertemuan langsung secara tatap muka antara tenaga pemasar dan calon nasabah, dapat digantikan dengan penggunaan teknologi komunikasi atau online," kata Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon melalui keterangan resmi yang diterima INDUSTRY.co.id, Minggu (5/4/2020).

Selain itu, lanjut Budi, AAJI juga meminta OJK menghapus kewajiban tanda tangan basah dan menggantikannya dengan tanda tangan dalam bentuk digital atau elektronik. "Hal tersebut sesuai dengan ajakan Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan gerakan physical distancing dalam menghadapi pandemi saat ini," lanjutnya.

AAJI juga meminta Perusahaan anggota untuk tetap merekrut tenaga pemasar baru agar masyarakat tetap mendapatkan layanan untuk proteksi kesehatan dan finansial mereka. Hal ini mengkonfirmasi komitmen industri asuransi jiwa untuk terus berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja, bahkan di situasi yang sulit seperti saat ini.

Permintaan AAJI tersebut merupakan respons terhadap Surat Edaran OJK bernomor S-11/D.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) bagi Perusahaan Perasuransian yang berlaku mulai Senin (30/3/2020) lalu.

Dalam surat edaran tersebut, OJK menginstruksikan perusahaan asuransi, reasuransi, asuransi syariah, dan reasuransi syariah untuk memperpanjang batas waktu tagihan premi nasabah hingga empat bulan sejak jatuh tempo pembayaran.

Kebijakan ini merupakan stimulus bagi sektor perasuransian di tengah tekanan ekonomi akibat penyebaran covid-19. Namun demikian, menurut AAJI, kebijakan tersebut merupakan suatu pilihan yang dapat diambil oleh perusahaan asuransi jiwa, namun bukan merupakan kewajiban dalam pelaksanaannya.

Menurut AAJI, penerapan relaksasi penundaan pembayaran premi yang jatuh tempo selama empat bulan, hanya wajib dilakukan apabila perusahaan asuransi mengakui tagihan premi yang berusia hingga empat bulan sebagai aset yang diperkenankan dalam perhitungan tingkat solvabilitas.

"Dengan demikian, relaksasi penundaan pembayaran premi sebagaimana dimaksud dalam surat OJK mengenai countercyclical bukan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan bagi perusahaan asuransi dan merupakan kebijakan yang dapat diambil oleh masing-masing perusahaan asuransi," katanya..